bunga

Pertemuan Anggota Penulis LRS yang Luar Biasa



Alhamdulillah pertemuan LRS cabang Medan ke Lima pada hari Minggu tanggal 27 Maret 2011 di Taman Budaya berjalan lancar dan luar biasa. Karena peserta yang hadir lebih dari 30 orang.

LRS (Leutika Reading Society) merupakan gerakan offline baca-tulis di bawah bimbingan dari Leutika Publisher di mana kegiatan perkumpulan ini membaca buku Leutika dengan GRATIS dan berlomba-lomba mereview buku leutika lewat blog/FB dan juga bisa mengirimkannya ke media massa.

Saya sebagai koordinator LRS Medan mempunyai impian mengembangkan minat baca warga Sumatera Utara dan melahirkan banyak para penulis-penulis yang handal dan maju serta menuangkan segala pikiran kreatifnya dalam bentuk tulisan. Oleh sebab itu, gerakan ini tidak sebagai gerakan baca tapi juga gerakan diskusi dan pembelajaran melalui pelatihan menulis yang di bawakan oleh anggota-anggota LRS itu sendiri yang telah banyak pengetahuan dalam bidang tulis menulis. Saya juga ingin menyatukan semua komunitas penulis yang ada di Medan, untuk mempererat ukhuwah dan silaturrahmi melalui LRS ini.

LRS cabang Medan merupakan gabungan dari orang-orang yang suka membaca buku-buku Leutika dan juga berbagai komunitas menulis seperti :
•FLP (Forum Lingkar Pena)
•KOMPAK (Komunitas Penulis Anak Kampus)
•KOMA (Komunitas Pecinta Membaca dan Berkarya)
•WSC (Win Sharing Club)
•KONTAN (Komunitas Tanpa Nama)
•KSI (Komunitas Sastra Indonesia)

Saat ini anggota dari LRS cabang Medan sudah mencapai 40 orang lebih. Subhanallah, semoga persatuan ini akan terus terjaga sehingga kerukunan akan tercipta dengan indah. Saling berbagi ilmu, saling membina ukhuwah yang erat serta bersama-sama sukses di bidang kepenulisan.

Setelah melihat antusias teman-teman ini saya pun melajutkan review buku The Miracle of Writing. Semua aktivis LRS hening menyimak setiap apa yang saya bahas. Semoga ini awal semangat para penulis di Medan untuk terus berkembang. Karena saya juga bukan siapa-siapa yang sama-sama belajar dengan semua teman-teman LRS.


Review The Miracle of Writing

Judul : The Miracle Of Writing: Memunculkan Keajaiban Menulis
Penulis : M Iqbal Dawami
Penerbit : Leutika, Yogyakarta
Tahun : I, November 2010
Tebal : xiv + 169 Halaman
Harga : Rp 40.000,-


Menulis merupakan aktivitas yang tidak pernah terlepaskan bagi siapapun. Baik dia seorang penulis, pekerja kantoran, pengarang, penyair, dan lain-lain selalu berhubungan dengan dunia tulis menulis.

Buku ini memaparkan keajaiban dari menulis dengan cukup baik sehingga membuat kita ingin terus membacanya sampai selesai. Karena hal ini dapat memotivasi setiap orang baik yang suka menulis atau pun tidak. Penulis ‘The Miracle of wWriing’, Iqbal memaparkan beberapa bukti ilmiah keampuhan terapi menulis yaitu :
1) Menulis dapat menurunkan Sympton Asma dan Rheumatoid
2) Menulis sebagai terapi
3) Menulis membebaskan dari deraan batin
4) Menulis akan mengurangi aktivitas Amygdala
5) Menulis dapat mengubah cara berpikir
6) Diary sebgai teman curhat
7) Divonis kanker, menulislah
8) Pengobatan naratif
9) Menulis mengatasi kebiasaan buruk
10) Menulios akan mengatasi trauma
11) Menulis sebagai alat transformasi diri
12) Menulis membantu kinerja memori
13) Menulis membantu kesadaran personal


Selanjutnya di bagian ke dua penulis menjelaskan bahwa tindakan kepenulisan sudah ada sejak zaman peradaban.

Menulis juga pada abad ke-13 telah ada dengan adanya bukti buku-buku telah tersebar di seluruh perpustakaan di Baghdad, Irak di bakar. Tapi kemudian budaya menulis yang smeula merupakan akti opus spiritual (kerja halus) kemudian bergeser menjadi opus manual (kerja kasar) maka lengkaplah peradaban tersebut. Sehingga kita mengenal Al-Kindi, Al-Farabi, Al-Ghazali, Ibn SIna, Albert Einstein, Thomas Alfa Edison dan ilmuwan kelas dunia lainnya, jika mereka tidak menuliskan ilmunya ke dalam buku.

Peradaban Islam diawali juga dengan baca-tulis, hal ini di tandai dengan :
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Dia yang mengajarkan manusia apa yang tidak di ketahuinya.” (QS. Al’Alaq : 1-5)

Sayyidina Ali mengatakan, “Menulis adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan ikatan yang kuat, yakni menuliskannya”

Oleh sebab itu mari kita ambil cahaya dan ruhnya. Kita teguhkan kesadaran kita untuk membiasakan membaca dan menulis.

Di bagian ketiga, Iqbal mencoba mengajak pembaca untuk melejitkan diri lewat tulisan dan mengenali diri melalui tulisan. Karena menulis selain untuk terapi juga mencerdaskan emosi.

Menulis sebagai jalan asketis.

Asketisme berasal dari bahasa YUnani “ascesis” yang berarti “pelatihan keras”, disiplin diri atau pengendalian diri.

Muhidin M. Dahlan, novelis dari Yogyakarta, mengaku bahwa baginya menulis adalah jalan asketik, yakni jalan pengikatan diri terhadap Allah (hablum minallah) dan hal apa pun (hablum minan naas) untuk kemudian menyampaikan (hanya) kebenaran yang kita yakini, kita geluti, lalu kita sampaiakn dengan menuangkannya dalam sebuah tulisan. Baginya menulis bukan lagi untuk mencari popularitas dan menjadi kaya secara materi, tapi juga memperkaya batin, memperkaya pengalaman, dan mengabdikan diri untuk Allah dalam sejarah kemanusiaan.

M. Faudhil Adhim mengatakan, berani memproklamirkan diri sejak remaja bahwa dia akan menyambung hidup dengan tulisan.

Contoh-contoh dari keampuhan menulis ;


Menulis menghilangkan trauma, tranformasi diri, mengubah pola pikir
Nama pria ini adalah John Mulligan. Umurnya sudah empat puluh sembilan tahun. Dia adalah seorang tentara Amerika yang bertugas pada masa perang Vietnam. Setelah pulang dari perang itu, Mulligan merasakan guncangan hebat dalam jiwanya. Ini tentu maklum saja, bagi penyuka sejarah, siapapun pasti tahu, medan Vietnam memang serasa neraka bagi serdadu Amerika.

Di jantung kota San Fransisco, Mulligan menjalani hari-harinya. Tapi sayang, tidak jelas arah hidupnya. Ia menjalani waktu demi waktu dengan luntang-lantung. Bayangan hari-hari semasa yang ia alami di Vietnam terus menghantuinya. Jiwanya terkoyak hebat. Pikirannya kacau. Hatinya tercabik-cabik. Ia memang selamat tanpa luka jasadi yang berarti di medan perang itu. Tapi psikisnya remuk. Keluarga, sahabat, tetangga, orang-orang terkasih, tak lagi ia perhatikan. Ia acuhkan kesemuanya itu. Ia mengalami guncangan superhebat dalam kepribadiannya. Koyakan kegelisahan hidup telah menjadi kawannya sekarang. Ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Arti hidup tak lagi jelas dalam pandangannya.

Hingga sebuah sejarah hebat dimulai. Tiba-tiba Mulligan tertarik dengan sebuah workshop menulis yang disarankan teman dekatnya karena kasihan melihat keadaannya. Tak tanggung-tanggung, pemateri workshop kali ini adalah Maxine Hong Kingston, penulis masyhur negeri Paman Sam itu. Kingston menyarankan kepada Mulligan untuk mengungkapkan semua pengalaman traumatis yang pernah ia alami semasa berada di Vietnam ke dalam bentuk tulisan. Itu satu-satunya cara untuk memulai lagi hidup yang berbinar seperti dulu kala.

Cerita hebat itu kemudian dimulai. Setelah meninggalkan ruangan workshop. Keadaannya berubah drastis. Ia seperti para bajak laut yang baru menemukan harta karun yang melimpah ruah. Mulligan tertawa dan bersiul-siul di sepanjang perjalanan menuju rumahnya. Bukan karena ia bertambah gila, justru ia tengah menemukan makna baru dalam kehidupannya. Hidup baru yang lebih bahagia akan dimulainya.

Sesampainya di rumah, Mulligan bergegas meraih mesin tiknya. Kertas ia siapkan. Jemarinya siap digerakkan menekan tuts. Awalnya, suara ketukan mesin tik itu terdengar pelan nan lamban. Lama kelamaan semakin cepat. Lebih cepat. Dan lebih cepat lagi. Mulligan menulis dengan emosi. Semua yang ada di hatinya ia curahkan. Semua yang menggumpal di otaknya ia kerahkan. Semua yang menjadi bebannya ia tuliskan. Ia menulis, tanpa memerhatikan benar tidaknya ejaan dan pungtuasi. Ia menulis dengan merdeka. Ia ingin melepaskan beban yang menyerang di seluruh bagian terdalam hidupnya. Sesekali, ia menjeda mengetik dengan menyeka air matanya. Luapan emosinya kali ini benar-benar membuncah hebat.

Awal-awalnya, ia menuliskan adegan-adegan menegangkan yang ia alami semasa perang. Kemudian tentang teman-temannya yang menembak serampangan hanya untuk kesenangan. Desing peluru yang berhamburan di tiap waktu. Interogasi yang tak manusiawi. Berhamburannya tubuh manusia di pohon-pohon. Kepala yang tak lagi bersama tubuhnya yang menggelinding ke mana-mana. Serta ranjau yang selalu menjadi kejutan di setiap langkah yang ia dan kawan-kawannya jejakkan. Serasa neraka telah terhadirkan di bumi.

Awal-awalnya pula, saat membaca tulisannya sendiri, ia ngeri juga saat mengetahui bahwa betapa mengerikannya apa yang ada dalam jiwanya. Terkadang, ia mengacak-acak rambutnya sendiri, berteriak tak jelas, dan menertawai ketololannya sendiri, saat mengingat segala kehororan yang telah dialaminya semasa di Vietnam. Semua dikisahkannya melalui tulisan dengan sangat merdeka dengan aturan tulisan ala dia sendiri.

Tahun-tahun berikut, ia menjadi cerah. Ia tak lagi terbebani sedemikian berat deraan kehidupan. Pikirannya kini jernih. Hidupnya menjadi terarah. Menuangkan segala beban ke dalam tulisan ternyata sangat efektif untuk menyembuhkan segala luka-luka psikologis yang sudah sedemikian parah menganga dalam dirinya. “Saya dulu seperti kerang kosong yang berjalan-jalan di jalanan. Menulis telah membuat saya merasa punya jiwa,” kata Mulligan penuh haru. Maka lahirlah kemudian, novel apik itu dari tangannya: Shopping Cart Soldiers.

Applause riuh patut kita berikan kepadanya. Untuk kesembuhan jiwanya. Serta keberhasilan karyanya. Keadaan Mulligan, persis dengan petuah manis, “Pada dasarnya,” kata Pennebaker, “bagi yang mengalami keguncangan jiwa atau mengalami depresi, bergegaslah menulis. Menulislah secara sangat bebas tanpa memedulikan struktur kalimat dan tata bahasa. Niscaya, Anda akan terbebaskan dari segala deraan batin.”

Selain cerita di atas juga ada orang-orang Indonesia yang tercerahkan dengan menulis seperti Asma Nadia dan Pipiet Senja.

Di bagian terakhir, Iqbal mengajak penulis untuk membuat catatan harian. Karena hal tersebut akan memudahkan kita menulis dengan seperti apa adanya diri kita.

Oleh sebab itu mari kita menulis dari yang sederhana, yang tidak memberatkan seperti catatan harian atau diary. Tidak perlu ada alasan tidak ada sarana, tida ada laptop karena itu akan mempersulit kita untuk menulis.

Seperti yang dikatakan oleh Sandra Lee Schubert:
“Mulailah secara sederhana,” kata Sandra Lee Schubert, “belilah sebuah buku harian atau buku catatan yang tidak terlalu mahal dan pilihlah sebuah pena favorit. Buatlah sebuah waktu keramat untuk diri Anda saat di mana Anda tidak mau diganggu. Tulislah apa yang ada di benak Anda. Apakah Anda tengah bergelut dengan masalah yang sulit dan rasa sakit? Mulailah dari sini. Uraikan masalah dan rasa sakit itu, siapa dan apa yang terlibat, mengapa hal ini bisa menjadi masalah bagi Anda, dan apa yang Anda rasakan ketika isu ini ada pada diri Anda.” Sederhana saja. Mulailah dengan menterakan kekata dari keadaan jiwa yang tengah kita rasa. Lakukan sesering mungkin. Jika memungkinkan, setiap hari. Maka itu akan menjadi catatan harian. Menurut Sandra, catatan harian adalah alat yang digunakan dalam jangka panjang untuk penyembuhan dan pertumbuhan personal. Ini tidak membutuhkan kecakapan dan uang. Catatan harian dapat menjadi teman seumur hidup. Gunakan dengan baik, dan ini akan membalas Anda dengan kebahagiaan, pemenuhan, dan hidup yang lebih sehat. Beginilah, cara-cara sederhana namun membahagia jiwa dengan luar biasa.

Selanjutnya saya mengajak dan memotivasi semua anggota LRS untuk terus menulis dan jangan pernah berhenti dari menulis. Menulislah dengan cinta, menulislah dengan hati kita. Karena menulis akan merekam jejak-jejak kehidupan kita. Menulislah untuk mencerahkan diri sendiri dan orang lain. Mulailah sejak sekarang kita bercengkrama dengan pena, dengan jari melalui keyboard. Sehingga kita juga dapat menemukan Tuhan dalam tulisan-tulisan kita. Kita tidak lagi merasa kesunyian, kesepian dan bahkan kita bis amenjadi manusia kreatif.

Alhamdulillah di akhir pertemuan ini. Saya mengajak semuanya anggota LRS (termasuk saya juga di dalamnya sebagai koordinator) untuk membuat sebuah kisah inspiratif, sebuah cerita FF─cerita singkat maksimal 400 kata tentang budaya Sumatera Utara. Di sini saya berharap sebagai warga Sumatera Utara bisa membuat sebuah cerita yang menarik seperti apa melayu deli, objek-objek wisatanya gimana, kebiasaaan penduduk medan bagaimana, bagaimana dengan suku-suku yang lainnya, dari segi adat-istiadatnya. Bagi yang punya kampung Tapanuli, Sipiongot dapat juga menceritakannya, atau di kota binjai yg terkenal dengan rambutannya.

Cerita FF ini akan di bedah pad apertemuan selanjutnya yaitu Hari Minggu Tangga 17 April 2011. InsyaAllah karya teman-teman setelah di bedah, diperbaiki akan kita bukukan. Semoga di mudahkan oleh Allah. Minggu depan tepatnya tabggal 17 April kita akan membahas tentang FF (Flash Fiction)

wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh
~Evi Andriani~
Koordinator LRS Cabang Medan