My Sweet Home
author

Hati yang Bening

"Tak semua orang memandang kebaikan yang kita lakukan itu baik adanya. Kecuali orang memiliki hati yang bening. Karena hanya mereka yang mampu buat kita tenang, damai, dan ingat pada Allah" (~Evi A.~)

Kebaikan kadang dipandang buruk
Kebenaran kadang dipandang salah
Kekuatan kadang dipandang lemah
Kesuksesan kadang dipandang gagal

Hanya hati yang bening, yang mampu melihat semuanya itu baik. Sehingga hari-harinya penuh rasa syukur. Dia terus bergerak tanpa menyerah. Dia terus berjalan tanpa berhenti. Dia terus melakukan kebaikan di mana pun berada. Dia selalu ingat banyak orang-orang sayang padanya, ada Allah yang menemaninya dan ada banyak teman-teman baik disekelingnya. Karena hatinya yang bening.

Subhanallah, ya Allah bimbinglah aku selalu menjadi orang yang berhati bening. Jika aku terlupa ingatin aku baik melalui diriku ataupun dari orang lain yang baik dan bening hatinya. Aamiin.

Sahabatku,
Milikilah teman yang berhati bening.
Dekatilah orang-orang yang baik.
Gandenglah orang-orang yang shalih/ah.
Karena hanya mereka yang mampu bimbing kita ke arah kebaikan.
Mereka yang mampu buat kita damai dan tenang.
Mereka yang sering ingatkan kita di saat terlupa, berbuat kesalahan, maupun di saat kita sedih dengan kata -kata yang lembut.

Salam santun,
~Evi A.~
Medan, 16 September 2013
author

Jajanan Sembarangan Buat Anak Meninggal Dunia

Hari ini saya mendapatkan berita dari teman sesama penulis yaitu Mas Iwok Abqary. Kalau ponakannya sudah meninggal akibat memakan jajanan anak-anak. Benar-benar miris. Namun, ini menjadi peringatan bagi kita untuk selalu mengawasi anak-anak kita dengan memberikan bekal makanan sehat dan tidak memberinya jajan lebih. Karena bagaimanapun saat ini banyak pihak penjual makanan yang berbuat curang. Dengan alasan ekonomi agar mendapatkan keuntungan lebih besar, mereka menggunakan pewarna non sintestis agar makanan dapat dilirik anak-anak yang berwarna-warni jika kita lihat dari segi tampilan, kadang juga mereka gunakan minya goreng yang dicampur dengan plastik, atau minyak goreng yang sudah tidak layak pakai lagi karena sudah berulang kali dipakai, maupun sampai isi kandungan makanan yang dicampur pengawet, boraks sampai penyedap rasa yang tidak sehat.

Belum lagi tempat media yang kurang bersih,dan lingkungan tempat berjualan penuh debu atau virus dan bakteri. Jadi kita harus berhati-hati.

Mari kita simak tulisan dari Mas Iwok berikut ini yang penuh inspirasi tentang bahayanya jajanan sembarangan pada generasi muda (anak-anak).

*************

Mari Kita Peduli Pada Jajanan Anak

9 September 2013 at 16:02
Jumat, 6 September 2013, keponakan saya M. Fachry Dwi Putra (5 tahun –sebelumnya saya sebutkan 4 tahun), meninggal dunia setelah koma selama 7 hari dengan gejala awal keracunan makanan (jajanan pinggir jalan).

Benarkah keracunan jajanan bisa mengakibatkan koma? Jajan apa dia sebenarnya?”

Pertanyaan itu datang bertubi-tubi ke inbox saya. Sayangnya saya belum bisa menjawab pertanyaan itu satu per satu. Suasana berduka membuat saya melepaskan gadget untuk sementara. Terlebih, pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab singkat. Ada sebuah kisah yang cukup panjang yang harus dijelaskan sehingga informasinya tidak hanya sepotong. Saya berjanji untuk menjelaskannya nanti saat sudah luang. Sekarang.

Tanpa bermaksud mengorek luka bagi orangtua Fachry dan juga perasaan keluarga, saya hanya ingin berbagi tentang pentingnya menjaga anak-anak dari kebiasaan jajan sembarangan. Anak-anak tetaplah anak-anak, belum bisa memilah mana yang sehat dan mana yang tidak, mana yang bergizi dan mana yang hanya gurih belaka. Anak-anak hanya mengenal kata ‘enak’ dan’tidak enak’, meski pengertian ‘enak’ bagi mereka belum tentu juga ‘enak’ bagi orang dewasa. Butuh bimbingan dan pengawasan orangtua agar anak-anak tidak lantas terlena dengan apa yang mereka suka. Dengan berbagi kisah ini, saya hanya berharap kita bisa bersama-sama melindungi putra-putri kita dari segala kemungkinan buruk yang bisa terjadi.

Jajan apa sebenarnya?
Senin (26/8) siang, Fachry membeli jajanan ‘Cilung’ (Aci dialung (tepung kanji dilempar) –sekaligus ralat karena sebelumnya saya menyebutkan jajanan telur kocok goreng) di sebuah pedagang keliling. Cilung adalah sebuah jajanan yang terbuat dari adonan tepung kanji yang digoreng dalam minyak panas, lalu digulung-gulung pada sebatang lidi. Saya sendiri belum tahu bentuk, rasa, dan pengolahan jajanan ini karena belum pernah melihatnya secara langsung. Penjelasan ini berdasarkan penuturan orangtuanya. Hanya saja, beberapa teman mengiyakan dan menyatakan tahu jenis jajanan ini. Seperti jenis penganan menggunakan tepung kanji lainnya, jajanan ini terasa kenyal dan susah dicerna.

Sekitar satu jam setelah menyantap jajanan ini, Fachry langsung muntah-muntah hebat dan diare, sehingga dilarikan ke rumah sakit. Saya tidak tahu ada kandungan apa dalam makanan tersebut sehingga Fachry langsung menderita keracunan seperti itu. Apakah jajanan ini mengandung bahan pengawet? Bumbu-bumbu yang tidak higienis? Minyak goreng bekas yang sudah melewati beberapa kali penggorengan? Atau bakteri dan kuman yang beterbangan bersama debu jalanan lalu menempel pada makanan dan masuk ke dalam perutnya? Semua kemungkinan ini bisa saja terjadi.

Dua hari dirawat sebenarnya kondisi sudah agak membaik. Fachry sudah tidak muntah lagi, hanya saja buang airnya masih lembek sehingga permintaan untuk rawat jalan ditolak oleh dokter. Selasa malam (27/8) pukul 22.00 muncul demam dan timbul kejang setelah diberikan obat penurun panas. Kami memang menyayangkan penanganan rumah sakit yang kurang sigap dalam menangani keponakan saya saat mengalami kejang-kejang hebat, sehingga saat dini hari (Rabu, 28/8) Fachry sudah ‘kelelahan’ dan tidak sadarkan diri sejak saat itu.

Rabu pagi, Fachry dirujuk ke RS. Borromeus dan langsung masuk ruang NICU. Bertemankan berbagai macam selang, alat pacu jantung, dan lain-lain, Fachry hanya sanggup bertahan sampai hari Jumat, 6 September 2013, tanpa sekali pun sempat sadarkan diri. Banyak doa dan tangis yang mengiringi hari-hari Fachry di ruang NICU, tapi takdir mengatakan lain. Allah Swt. sudah menjemputnya kembali untuk menempatkannya di surga yang kekal.

Berarti koma tersebut akibat kurangnya penanganan kejangnya dong, dan bukan karena keracunan makanan?”

Terlepas dari semua itu, bukankah semuanya bermula dari jajanan yang tidak sehat? Seandainya, Fachry tidak mengonsumsi jajanan tersebut, dia tidak akan keracunan, tidak perlu dirawat di rumah sakit, bahkan mungkin tidak akan menderita demam yang mengantarkannya pada kejang sampai menimbulkan koma. Bukankah semuanya berkaitan? Kalau kita bisa mencegah, kenapa harus  menunggu kejadian terlebih dahulu?

Orangtua dan keluarga sudah ikhlas dengan kepergian Fachry. Bocah 5 tahun ini memang selalu terbayang dengan kelucuan, keisengan, dan terkadang kejahilannya. Tetapi surga adalah tempat terbaik baginya, tempat dia akan menunggu kedua orangtuanya kelak datang menyusulnya.

Jajanan tidak sehat masih bertebaran di sekeliling kita, dan selalu mengintai anak-anak setiap saat. Pernahkah kita melihat penganan atau minuman berwarna-warni mencolok tetapi dijual dengan harga yang sangat murah tanpa kita tahu zat pewarna apa yang ada di dalamnya? Seringkah kita melihat jajanan tanpa kemasan yang dijual di gerobak terbuka depan sekolah yang debu bisa berlalu-lalang serta menempel dengan mudah (apalagi musim kemarau seperti ini)? Pernahkah kita tahu debu-debu itu bercampur dengan jutaan bakteri atau kuman penyakit? Seringkah kita melihat anak-anak dengan sangat antusias memburu makanan dan minuman tersebut?

Jangan biarkan anak-anak memilih jajanannya sendiri yang bisa jadi akan kita sesali kemudian. Jajan sembarangan seringkali dianggap sepele, tetapi dampak yang akan timbul bisa jadi tidak sesepele itu. Mari kita peduli jajanan sehat bagi anak. Orangtua dan orang dewasa sudah semestinya mengawasi apa yang anak-anak beli dan makan. Sudah waktunya kita kembali mengingatkan bahayanya apabila jajan sembarangan. Melarang dan bersikap tegas bukanlah sebuah kekerasan bagi anak, tetapi bentuk sebuah kecintaan dan rasa sayang. Kita tidak ingin semuanya menjadi terlambat, bukan?

 “Ayo, Ibu-Ibu, lebih rajin lagi masak untuk anak-anak. Ayah-Ayah, jangan biasakan memberi uang jajan pada anak-anak. Sahabat yang menjual makanan, mari bertanggung jawab pada lingkungan kita.” ~ copas dari statusnya Aminah Mustari

Mari kita sebarkan #kampanyejajanansehat bagi orang-orang tercinta di sekeliling kita. Sayangi putra-putri kita dengan tidak membiarkannya jajan sembarangan.

************

Semoga catatan ini menjadi pengingat bagi kita tentang arti pentingnya kesehatan pada tubuh kita.

Salam santun,
~Evi A.~
Medan, 10 Septermber 2013
Mengenal Kepribadian Diri
author

Mengenal Kepribadian Diri



**Mengenal Kepribadian Diri**

    Siapa sih yang nggak senang kalau kita bisa mengetahui seperti apa karakter kepribadian kita. Apalagi kalau yang nilai diri kita ini adalah orang lain yang merupakan teman kita sendiri--bisa dibilang persahabatannya cukup dekat, sering diskusi setiap hari dan memiliki latar belakang psikologi.

(Whatshap, 7/9/2013) Hari itu, saya dan beberapa teman di whatshap meminta kepada Bunda Nana, untuk diberitahu bagaimana kepribadian kita satu persatu jika berdasarkan ilmu psikologi. Dengan rasa penasaran, kita mendengarkan hasilnya. Ternyata karakter kepribadian saya adalah koleris-melankolis. Karakter seperti yang kita ketahui merupakan hasil dari cara kita berpikir dan berperilaku. Bermula dari pola pikir, kemudian dilakukan menjadi suatu tindakan dan terus-menerus menjadi kebiasaan.

Awalnya saya terkejut. Kok bisa sih koleris-melankolis? Saya pernah membeli buku Florence Littaurer tahun 2009 dan saya pernah tes kepribadian diri bahwa saya koleris-sanguinis.

“Evi aku nilai melankolis karena: serius dan tekun, mendalam dan penuh pikiran, perasa terhadap orang lain, suka berkorban, idealis, punya standar tinggi, ingin segalanya dilakukan dengan benar, menjaga kerapian, mengorbankan keinginan sendiri untuk yang lain, berorientasi jadwal, sadar perincian, gigih, tertib, teratur, ekonomis, perlu menyelesaikan masalah, hati-hati dalam berteman, setia dan berbakti, mau mendengarkan keluhan, bisa memecahkan masalah orang lain, suka terharu dan penuh kasih sayang, mencari teman hidup ideal,” kata Bunda Nana.

    Setelah saya berpikir, merenung, dan berkaca pada diri sendiri, “ah iya, saya sudah berubah dari sebelumnya sanguinis menjadi melankolis sejak saya memiliki autoimun.”

      Subhanallah, sungguh baik Allah. Mendatangkan sakit dan membuat saya menjadi lebih baik. Saya menjadi hati-hati memilih teman. Jika ada teman yang berusaha menyakiti saya atau bahkan sudah berbuat tidak baik pada saya, maka saya lebih memilih untuk menjauhinya karena akan mengancam kesehatan saya; bila ada teman membutuhkan konsultasi tentang penyakit lupus atau ITP walaupun saya sudah tidur atau bahkan saya dalam keadaan lelah atau sibuk, saya tetap melayani mereka; bila ada yang kesusahan, saya akan membantu semampu saya; bila saya hendak mencari sebuah solusi atau memecahkan kasus, saya mencari data dan fakta dari berbagai sumber secara terinci. Selain itu, rasa peka saya terhadap seseorang atau berbagai hal menjadi lebih tinggi sehingga saya mampu merasakan sesuatu hal, membuat ide-ide baru, dan sensitif terhadap apapun yang datang ke diri saya sendiri.

      Alhamdulillah, Allahu Akbar. Sungguh benar janji Allah. Segala yang datang dari Allah adalah nikmat. Apabila kita mampu bersyukur dan menerima hal itu dengan ikhlas maka apapun dari Allah datangnya adalah kebaikan.

innallaha thayyibul laa yakbalu illaa thayyiban, sesungguhnya Allah adalah baik dan tidaklah menerima kecuali yang baik...

    Senangnya mendapat pelajaran psikologi popular. Masih menunggu penjelasan koleris seorang Evi dari sisi psikologi. Ditunggu selalu ya Bunda Nana. Asyik belajar psikologi heheheh...

       Ternyata saya sekarang seorang koleris-melankolis yang terbentuk dari perpaduan kepemimpinan, dorongan, dan tujuan dengan pikiran analitis, rinci dan berorientasi pada jadwal.

      Bagaimana dengan teman-teman sekalian, apa tipe karakter kepribadian dirinya? Dalam psikologi populer itu ada koleris, melankolis, plegmatis, dan sanguinis.

       Senang hari-hari dipenuhi dengan ilmu, belajar, mengamati, memahami, dan mengamalkan.

Menurut teman-teman, bagaimana karakter diri saya? Cocok ga dengan koleris-melankolis? :)

Salam santun,
~Evi A.~
Medan, 08 September 2013
author

Kenangan “Rindu-Rindu Aizawa"

Kenangan “Rindu-Rindu Aizawa"

Ntah mengapa, hari ini aku diingatkan kembali dengan film saat aku masih SD ini--Rindu-Rindu Aizawa di grup whatshap FLP. Film drama Jepang ini benar-benar memikat hati dan pikiranku. Hingga tak satupun episode dulu aku lewatkan. Pulang sekolah cepat-cepat hanya untuk melihat film ini. Berharap ada siaran televisi yang mengulangi lagi film ini tapi tak pernah ada kulihat ditayangkan.

Film ini menggambarkan sebuah persahabatan yang erat antara Suzu Aizawa dengan hewan peliharaannya dan orang-orang yang dikasihinya. Film yang berjudul asli “le Naki Ko” bagi saya film yang menarik, film yang berjuang tanpa lelah, dan film yang selalu menuturkan agar kita menyayangi orang-orang yang kita sayang. Kalau melihat film ini benar-benar dibuat terharu dan ingin menangis terus. Suzu juga dikenal dengan sosok yang ramah, murah senyum, dan kuat bekerja.

Kisah Suzu Aizawa penuh tantangan. Bagaimana ia harus mencari uang untuk mengobati ibunya dengan terpaksa ia mencuri, sampai akhirnya ia ketemu anjing yang baik hati, diberi nama olehnya “Ryu”.  Anjing ini selalu menuruti perintahnya, sayang padanya

“Lebih baik kita mencari uang, daripada berharap belas kasihan,” tutur Suzu pada anjing kesayangnya, Ryu.

Ryu setia hingga akhir hayatnya.

Setelah Ryu meninggal, ibunya juga meninggal. Selanjutnya ayahnya yang kerjaannya ga jelas alias kurang baik tiba-tiba lumpuh. Suzu kemudian mencoba mencari mata pencaharian untuk sesuap nasi yaitu dengan melukis di jalanan. Tapi lukisannya kurang bagus. Saat perutnya lapar, Suzu terpaksa mengais makanan sisa di tong sampah. Tanpa rasa malu dan dilihat banyak orang, Suzu menjilati makanan tersebut dengan lahap.

“Ya Allah, sungguh bersyukur hidupku saat ini. Makan dan hidup dengan layak tanpa kekurangan. Alhamdulillah,” jawabku dalam hati

Suatu hari, ketika Suzu kembali melukis, ia ketemu seorang wanita muda yang cantik dan berkacamata. Ia menyempurnakan lukisa Suzu menjadi baik dan indah. Ternyata wanita itu seorang guru kesenian. Namun, tetap ga membantu kehidupannya dari pekerjaan melukis di jalanan.

Sampai sekarang, memori saya tak pernah pudar. Ingin memiliki kembali DVD filmnya. Bagi teman-teman yang melihat atau mendapatkannya atau memilikinya, saya juga mau. Hubungi Evi ya. Kangen banget sama film ini. ^_^
Lirik lagu dan iramanya saya masih ingat. Wajar kali ya, karena ingatan anak-anak lebih tajam daripada orang dewasa.

Lirik lagu “Rindu-Rindu Aizawa”

Tetes air mata mengalir sedih
Aku pun menangis dalam bayang sepi
Kuyakin lamunanku hanya mimpi
namun ku tak mampu,...
Ucapkan kata

Seakan ada cinta mengikatku
Aku pun menangis dalam lamunanku
Kuyakin lamunanku hanya mimpi
Namun ternyata kau tlah pergi jauh

Di mana,.. adanya,..
Cinta sucimu,..
Di mana,.. adanya,..
Harapan hati

Saat malam tiba bulan pun tenggelam
Kala rasa hati berselimut resah
Kala kuingin mencoba mengucap
Namun kuhanya mampu terdiam

****
Pelajaran berharga dalam film ini bahwa masalah atau kehidupan kita yang buruk bukan merupakan musuh dan penghalang kita untuk terus berjuang demi hidup yang lebih baik.
Namun justru pemicu bagi kita untuk terus maju dan melangkah. Sungguh kadang aku banyak keluhan, atau kadang kupendam rasa sakit. kadang aku pun tak dapat mengontrol emosi hingga aku harus menangis. Namun, aku tak pernah lupa untuk koreksi diri bahwa aku lemah, aku bukan orang yang sempurna, aku berusaha untuk menjadi pribadi yang baik. Kadang kebaikan yang kita lakukan pun belum tentu dianggap orang lain baik. Tetaplah menjadi pribadi yang baik. Maafkan orang-orang yang senantiasa menyakitimu, doakan juga ia selalu menjadi orang baik.

“Ketahuilah, seesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal daging, kalau ia baik maka baik pula seluruh tubuh...” (HR. Muslim)

“Orang yang cerdas adalah orang selalu mengoreksi dirinya dan beramal untuk bekal sesudah mati,...” (HR. Tirmidzi)

Semoga kita semua selalu dalam lindungan Allah, dan semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita Aamiin.

Rindu selalu pada Suzu Aizawa..

Salam santun,
~Evi A.~
Medan, 05 September 2013