"Kisah Nyata : Bangkit dari Kesedihan Yang Mendera"
Curahan Hati seorang Akhwat (wanita):
Bangkit dari Kesedihan Yang Mendera
Betapa sedihnya hati ini ketika mencintai tidak bisa memiliki, ketika sudah ta’aruf kemudian komitmen tidak bisa menikah. Bahkan ada yang ketika di khitbah tidak bisa menikah juga. Semua telah di atur oleh Allah swt. Kita tidak boleh su’udzon padaNya, karena Dia tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Dia Yang Maha Berkehendak, bukan berarti kita sebagai hambanya selalu memaksa kehendak padaNya.
Tapi seyogyanya bagi setiap ikhwan (laki-laki) kalau hendak ta’ruf apalagi komitmen harus benar-benar siap. Siap dengan segala konsekuensi yang ada, baik secara ilmu, iman, mental, materi, kedewasaan, dan lain sebagainya yang dibutuhkan dalam sebuah pernikahan. Karena ta’aruf apalagi komitmen bukanlah merupakan suatu hal yang di anggap suatu permainan, ia adalah proses menuju pernikahan yang di idamkan bagi seluruh manusia.
Hati seorang akhwat (wanita) itu pada dasarnya lemah, rapuh belum lagi jika harus menanggung duka lara, sakit hati bahkan depresi. Sekuat apapun iman seorang akhwat tersebut, dapat membuat trauma dalam kehidupannya. Apalagi jika itu cinta pertama yang tulus dibangunnya karena Allah. Begitu percayanya ia dengan ikhwan tersebut, dengan kata-katanya kepada pasangan akhwatnya maupun orangtua si akhwat, tetap saja sulit untuk dilupakan. Belum lagi ia seorang ikhwan yang sholeh. Tentu sangat menyiksa, jika kita tidak berusaha mengatasinya, bayangan selalu hadir ke dalam memori otak kita dan bahkan masuk hingga ke dalam mimpi. Perasaan rindupun mendera. Padahal belum tentu orang yang kita rindukan, merindukan kita juga. Belum tentu orang yang kita harapkan, mengharapkan kita.
Yang dikhawatirkan orangtuanya bukan masalah anaknya yang tidak bisa menikah tapi perasaan dan mental anaknya. Dengan kondisi tubuh yang lemah dimana ia berusaha bangkit untuk mensyukuri nikmat sakit itu, ia harus menderita kesedihan mental lagi. Apalagi jika ia seorang anak wanita satu-satunya yang dimiliki orangtuanya. Sungguh orangtua begitu khawatir pada kondisi putrinya. Belum lagi sang putrinya berada jauh dari orangtuanya.
Iman harus terus dijaga supaya kita tetap merasa bahagia dunia dan akhirat serta terus semangat dalam menjalani lika-liku kehidupan. Walaupun dalam kondisi yankus atau menurun, usahakan tetap menjaganya jangan sampai turun drastis atau tingkat futur.
Sahabat, ini hanyalah satu episode kehidupan yang menjadi awal kehidupan kita yang baru. Walaupun kadang kita merasa kesepian, kehilangan, tapi kita sebenarnya masih punya tempat mengadu yaitu Allah Azza wa Jalla dan teman-teman kita yang sholeh/ah serta semua sahabat-sahabat kita yang selalu mendukung dan memberikan motivasi semangat bagi kita.
Dari peristiwa ini dapat diambil ibrah atau pelajaran bahwa janganlah kita mencintai sebelum ikatan pernikahan yang sah telah terucapkan karena yang berhak mendapat cinta sejati kita kelak adalah suami atau istri kita. Hati-hati dengan perkataan karena kekuatan kata memang luar biasa dapat meluluhkan hati yang berujung simpati dan perasaan cinta, walaupun betapa kuatnya imannya. Sekalipun niatnya baik, sebagai bentuk saling menasehati di dalam kebenaran dan kebaikan (tawasaw bi al haq). Karena pada fitrahnya wanita senang dipuji, di ajak canda tawa, di panggil namanya dengan panggilan yang ia sukai, dengan senyumannya, berkata dan berbuat yang baik, lemah lembut, janji-janji manis, hadiah, dan lain-lain. Jadi hati-hati dalam berkomunikasi antara ikhwan dan akhwat. Jagalah hati itu agar senantiasa bersih.
Ada sebuah kata menarik yang evi ambil dari sebuah buku yang evi baca :
“Bisa saja penolakan yang pernah dia lontarkan ketika engkau mengajukan ketulusan cinta kepadanya merupakan sarana dari Allah untuk menguji sampai sejauh mana rasa cintamu kepadanya; sampai sejauh mana keseriusanmu dan kesungguhan engkau untuk menikahinya”
Namun hati, sebagaimana asal katanya, qalbun (dari bahasa Arab yang berarti membolak-balik atau berganti-ganti) tiada yang tahu kecuali Allah Ta’ala. Kadang bersifat stabil dan kadang bersifat berubah-ubah. Itulah selain komitmen dibutuhkan ke-istiqomahan dalam menjalankan apa yang sudah ia lakukan dan dalam menjalani jangan sampai mengambil waktu yang sangat lama. Dalam sebuah ketulusan komitmen pastilah di butuhkan pengorbanan dan tekad yang kuat untuk mendapatkan seseorang yang engkau harapkan, sang belahan jiwa.
Bila tidak berhasil mendapat seseorang yang menjadi belahan jiwa, bila belum mendapat pekerjaan atau kehilangan orang yang kita cintai, kuatkanlah hatimu sahabat. Anggaplah itu sebuah ujian dari Allah yang akan mendewasakanmu, yang akan menambah semangatmu. Bila iman masih ada di dada kita maka ketika ujian datang, walaupun secara tiba-tiba datang kita telah siap menerimanya. Allahu Akbar..
Allah berfirman dalam kalamNya :
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS. Al-Hadid [57] : 22)
Setiap pertemuan dan perpisahan pasti mengandung hikmah yang sangat berharga nilainya. Orang yang berhati bersih (thayyibun-nafsi) akan lebih berlapang dada dan ceria pada sebagian besar waktunya. Kita jangan hanya mendapati sebuah kegagalan baik kegagalan dalam cinta, kegagalan dalam mencari pekerjaan, pengkhianatan, mendapat caci makian maupun kegagalan lain yang bisa membuat kita bersedih, depresi, ragu-ragu tapi kita harus menjadi seorang yang kuat, berjiwa besar, tawadhu (rendah hati) dan mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepada kita selama ini dalam kehidupan kita.
Fudhail bin Iyadh berkata : “Tetaplah mensyukuri nikmat, sebab jarang sekali nikmat yang telah hilang datang kembali. Sesungguhnya yang sangat mengetahui nikmat air itu, hanya orang yang benar-benar haus”
Sahabatku yang di ridhoi oleh Allah, kita mengetahui bahwa Allah swt adalah pembuat skenario, rencana yang baik. Selalulah berhusnudzon atau baik sangka pada-Nya atas setiap kejadian yang menimpa kita. Memang janji-Nya tidak pernah salah dimana laki-laki yang baik untuk wanita yang baik-baik dan wanita yang baik-baik untuk laki-laki yang baik. Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Maka dari itu, kita harus memperbaiki diri kita untuk menjadi pribadi yang baik agar menghasilkan generasi Rabbani yang cerdas dalam ilmu sains dan ilmu agama dan mencarinya di lingkungan yang baik pula serta dengan cara yang baik. Karena pada fitrahnya kita manusia sebagai makhluk dilengkapai dengan akal dan nafsu.
Sahabatku, Gali terus potensimu. Kembangkan kemampuan yang engkau miliki, apalagi jika potensimu dapat menjadi sarana mencari ma’isyah atau nafkah. Lalu tanamkan dalam hati kita sebuah keyakinan bahwa apapun cobaan yang menimpa kita, menjadikan diri kita tetap berlapang dada dan mensyukurinya. Semua harus di upayakan, diperjuangkan, berdoa kemudian tawakkal agar segala impian/dream kita menjadi kenyataan. Kalau sudah seperti ini, tiada yang namanya kata mundur, tiada sikap menyalahkan, tiada yang namanya jarak yang jauh, tiada yang namanya kesulitan. Karena setiap yang kita alami semuanya berproses dan memiliki hikmah.
Sahabatku, terimakasih, jazakumullah khairan katsiiran karena selama ini telah berbagi ilmu dengan evi, saling menasehati dalam kebaikan dunia dan akhirat. Kita ini pada dasarnya lemah, hina dan penuh dengan dosa dan dosa. Semoga Allah swt mengampuni dosa-dosa kita, memberikan kita petunjuk dan memudahkan setiap urusan kita. Semoga ukhuwah silaturrahim kita menjadi erat karena cinta dan iman kita padaNya Rabbi Izzati dan persaudaraan, pertemanan serta persahabatan dibangun karena Allah tidak akan terputus kecuali atas izin Allah. Sungguh betapa indahnya sebuah persaudaraan yang hakiki dan tulus ini.
Seperti dalam firman-Nya Allah Ta’ala berkata :
Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran [3] : 31)
“… dan mereka mengatakan : ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdoa) : ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’” (QS. Al-Baqarah [2] : 285)
Sahabat, di akhir catatan atau note ini, evi hanya ingin berpesan : sebagai generasi muda, generasi rabbani, janganlah kita melupakan bahwa tujuan terbesar dalam kehidupan ini adalah mengetahui (bermakrifat) pada Allah Ta’ala, pencipta alam semesta ini. Semoga apa yang evi tulis bermanfaat bagi kita semua terutama bagi diri evi sendiri.
Wassalamu’alaikum wr wb.
~Evi A.~
Depok, 17 Februari 2010
Bangkit dari Kesedihan Yang Mendera
Betapa sedihnya hati ini ketika mencintai tidak bisa memiliki, ketika sudah ta’aruf kemudian komitmen tidak bisa menikah. Bahkan ada yang ketika di khitbah tidak bisa menikah juga. Semua telah di atur oleh Allah swt. Kita tidak boleh su’udzon padaNya, karena Dia tahu apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. Dia Yang Maha Berkehendak, bukan berarti kita sebagai hambanya selalu memaksa kehendak padaNya.
Tapi seyogyanya bagi setiap ikhwan (laki-laki) kalau hendak ta’ruf apalagi komitmen harus benar-benar siap. Siap dengan segala konsekuensi yang ada, baik secara ilmu, iman, mental, materi, kedewasaan, dan lain sebagainya yang dibutuhkan dalam sebuah pernikahan. Karena ta’aruf apalagi komitmen bukanlah merupakan suatu hal yang di anggap suatu permainan, ia adalah proses menuju pernikahan yang di idamkan bagi seluruh manusia.
Hati seorang akhwat (wanita) itu pada dasarnya lemah, rapuh belum lagi jika harus menanggung duka lara, sakit hati bahkan depresi. Sekuat apapun iman seorang akhwat tersebut, dapat membuat trauma dalam kehidupannya. Apalagi jika itu cinta pertama yang tulus dibangunnya karena Allah. Begitu percayanya ia dengan ikhwan tersebut, dengan kata-katanya kepada pasangan akhwatnya maupun orangtua si akhwat, tetap saja sulit untuk dilupakan. Belum lagi ia seorang ikhwan yang sholeh. Tentu sangat menyiksa, jika kita tidak berusaha mengatasinya, bayangan selalu hadir ke dalam memori otak kita dan bahkan masuk hingga ke dalam mimpi. Perasaan rindupun mendera. Padahal belum tentu orang yang kita rindukan, merindukan kita juga. Belum tentu orang yang kita harapkan, mengharapkan kita.
Yang dikhawatirkan orangtuanya bukan masalah anaknya yang tidak bisa menikah tapi perasaan dan mental anaknya. Dengan kondisi tubuh yang lemah dimana ia berusaha bangkit untuk mensyukuri nikmat sakit itu, ia harus menderita kesedihan mental lagi. Apalagi jika ia seorang anak wanita satu-satunya yang dimiliki orangtuanya. Sungguh orangtua begitu khawatir pada kondisi putrinya. Belum lagi sang putrinya berada jauh dari orangtuanya.
Iman harus terus dijaga supaya kita tetap merasa bahagia dunia dan akhirat serta terus semangat dalam menjalani lika-liku kehidupan. Walaupun dalam kondisi yankus atau menurun, usahakan tetap menjaganya jangan sampai turun drastis atau tingkat futur.
Sahabat, ini hanyalah satu episode kehidupan yang menjadi awal kehidupan kita yang baru. Walaupun kadang kita merasa kesepian, kehilangan, tapi kita sebenarnya masih punya tempat mengadu yaitu Allah Azza wa Jalla dan teman-teman kita yang sholeh/ah serta semua sahabat-sahabat kita yang selalu mendukung dan memberikan motivasi semangat bagi kita.
Dari peristiwa ini dapat diambil ibrah atau pelajaran bahwa janganlah kita mencintai sebelum ikatan pernikahan yang sah telah terucapkan karena yang berhak mendapat cinta sejati kita kelak adalah suami atau istri kita. Hati-hati dengan perkataan karena kekuatan kata memang luar biasa dapat meluluhkan hati yang berujung simpati dan perasaan cinta, walaupun betapa kuatnya imannya. Sekalipun niatnya baik, sebagai bentuk saling menasehati di dalam kebenaran dan kebaikan (tawasaw bi al haq). Karena pada fitrahnya wanita senang dipuji, di ajak canda tawa, di panggil namanya dengan panggilan yang ia sukai, dengan senyumannya, berkata dan berbuat yang baik, lemah lembut, janji-janji manis, hadiah, dan lain-lain. Jadi hati-hati dalam berkomunikasi antara ikhwan dan akhwat. Jagalah hati itu agar senantiasa bersih.
Ada sebuah kata menarik yang evi ambil dari sebuah buku yang evi baca :
“Bisa saja penolakan yang pernah dia lontarkan ketika engkau mengajukan ketulusan cinta kepadanya merupakan sarana dari Allah untuk menguji sampai sejauh mana rasa cintamu kepadanya; sampai sejauh mana keseriusanmu dan kesungguhan engkau untuk menikahinya”
Namun hati, sebagaimana asal katanya, qalbun (dari bahasa Arab yang berarti membolak-balik atau berganti-ganti) tiada yang tahu kecuali Allah Ta’ala. Kadang bersifat stabil dan kadang bersifat berubah-ubah. Itulah selain komitmen dibutuhkan ke-istiqomahan dalam menjalankan apa yang sudah ia lakukan dan dalam menjalani jangan sampai mengambil waktu yang sangat lama. Dalam sebuah ketulusan komitmen pastilah di butuhkan pengorbanan dan tekad yang kuat untuk mendapatkan seseorang yang engkau harapkan, sang belahan jiwa.
Bila tidak berhasil mendapat seseorang yang menjadi belahan jiwa, bila belum mendapat pekerjaan atau kehilangan orang yang kita cintai, kuatkanlah hatimu sahabat. Anggaplah itu sebuah ujian dari Allah yang akan mendewasakanmu, yang akan menambah semangatmu. Bila iman masih ada di dada kita maka ketika ujian datang, walaupun secara tiba-tiba datang kita telah siap menerimanya. Allahu Akbar..
Allah berfirman dalam kalamNya :
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah” (QS. Al-Hadid [57] : 22)
Setiap pertemuan dan perpisahan pasti mengandung hikmah yang sangat berharga nilainya. Orang yang berhati bersih (thayyibun-nafsi) akan lebih berlapang dada dan ceria pada sebagian besar waktunya. Kita jangan hanya mendapati sebuah kegagalan baik kegagalan dalam cinta, kegagalan dalam mencari pekerjaan, pengkhianatan, mendapat caci makian maupun kegagalan lain yang bisa membuat kita bersedih, depresi, ragu-ragu tapi kita harus menjadi seorang yang kuat, berjiwa besar, tawadhu (rendah hati) dan mensyukuri apa yang telah Allah berikan kepada kita selama ini dalam kehidupan kita.
Fudhail bin Iyadh berkata : “Tetaplah mensyukuri nikmat, sebab jarang sekali nikmat yang telah hilang datang kembali. Sesungguhnya yang sangat mengetahui nikmat air itu, hanya orang yang benar-benar haus”
Sahabatku yang di ridhoi oleh Allah, kita mengetahui bahwa Allah swt adalah pembuat skenario, rencana yang baik. Selalulah berhusnudzon atau baik sangka pada-Nya atas setiap kejadian yang menimpa kita. Memang janji-Nya tidak pernah salah dimana laki-laki yang baik untuk wanita yang baik-baik dan wanita yang baik-baik untuk laki-laki yang baik. Allah Maha Tahu dan Maha Bijaksana. Maka dari itu, kita harus memperbaiki diri kita untuk menjadi pribadi yang baik agar menghasilkan generasi Rabbani yang cerdas dalam ilmu sains dan ilmu agama dan mencarinya di lingkungan yang baik pula serta dengan cara yang baik. Karena pada fitrahnya kita manusia sebagai makhluk dilengkapai dengan akal dan nafsu.
Sahabatku, Gali terus potensimu. Kembangkan kemampuan yang engkau miliki, apalagi jika potensimu dapat menjadi sarana mencari ma’isyah atau nafkah. Lalu tanamkan dalam hati kita sebuah keyakinan bahwa apapun cobaan yang menimpa kita, menjadikan diri kita tetap berlapang dada dan mensyukurinya. Semua harus di upayakan, diperjuangkan, berdoa kemudian tawakkal agar segala impian/dream kita menjadi kenyataan. Kalau sudah seperti ini, tiada yang namanya kata mundur, tiada sikap menyalahkan, tiada yang namanya jarak yang jauh, tiada yang namanya kesulitan. Karena setiap yang kita alami semuanya berproses dan memiliki hikmah.
Sahabatku, terimakasih, jazakumullah khairan katsiiran karena selama ini telah berbagi ilmu dengan evi, saling menasehati dalam kebaikan dunia dan akhirat. Kita ini pada dasarnya lemah, hina dan penuh dengan dosa dan dosa. Semoga Allah swt mengampuni dosa-dosa kita, memberikan kita petunjuk dan memudahkan setiap urusan kita. Semoga ukhuwah silaturrahim kita menjadi erat karena cinta dan iman kita padaNya Rabbi Izzati dan persaudaraan, pertemanan serta persahabatan dibangun karena Allah tidak akan terputus kecuali atas izin Allah. Sungguh betapa indahnya sebuah persaudaraan yang hakiki dan tulus ini.
Seperti dalam firman-Nya Allah Ta’ala berkata :
Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Ali Imran [3] : 31)
“… dan mereka mengatakan : ‘Kami dengar dan kami taat.’ (Mereka berdoa) : ‘Ampunilah kami ya Tuhan kami dan kepada Engkaulah tempat kembali’” (QS. Al-Baqarah [2] : 285)
Sahabat, di akhir catatan atau note ini, evi hanya ingin berpesan : sebagai generasi muda, generasi rabbani, janganlah kita melupakan bahwa tujuan terbesar dalam kehidupan ini adalah mengetahui (bermakrifat) pada Allah Ta’ala, pencipta alam semesta ini. Semoga apa yang evi tulis bermanfaat bagi kita semua terutama bagi diri evi sendiri.
Wassalamu’alaikum wr wb.
~Evi A.~
Depok, 17 Februari 2010
Trima kasih, saya jadi lebih mengerti
BalasHapuswww.yuwardi.co.id
www.hipnoterapiklinik.com