My Sweet Home

Ibu : Sang Arsitek Pencerah Peradaban



Masih dalam suasana tahun baru Islam dengan peristiwa hijrah dan peringatan hari Ibu yang berdekatan dalam 2 tahun terakhir ini, maka momentum hijrah yang memiliki arti menuju perubahan dan perbaikan dalam rangka membangun peradaban kedepan yang lebih baik ini tidak lepas dari peran seorang yang begitu dimuliakan Allah, IBU. Dialah sang Arsitek Peradaban, dialah sang Pencerah Peradaban. Dibalik kesuksesan dan kebesaran seorang pemimpin terdapat seorang yang telah membina dan mendidik dengan penuh kasih, itulah peran mulia IBU. Inilah perubahan yang sebenarnya, perubahan yang sangat mendasar yang menjadi modal menuju perubahan yang lebih besar yang dilakukan oleh seorang ibu.


Nilai-nilai perubahan yang terbawa dalam etos “hijrah”, sejatinya merupakan spirit bagi bangsa dan anak-anak peradaban di berbagai lapis dan lini sosial untuk menancapkan tonggak perubahan yang jauh lebih visioner. Artinya, semangat berhijrah menjadi sebuah keniscayaan ketika peradaban makin mengarah pada situasi yang cenderung 'cuek' bahkan abai terhadap nilai-nilai luhur. Kaidah-kaidah moral dan budi pekerti hanya tinggal sebuah retorika. Tampak jelas di depan mata pemandangan-pemandangan di mana nilai-nilai kebenaran banyak terbonsai akibat merebaknya hasrat dan libido purba untuk saling “menyakiti” dan “membunuh” sesama hanya demi memuaskan dan memanjakan naluri hedonisnya. Untuk menggapai ambisi, tak jarang orang melakukan aksi kebohongan secara vulgar di depan publik untuk memperoleh pembenaran-pembenaran. Jika perlu, bersumpah atas nama Tuhan.


Hari Ibu, sesungguhnya juga memberikan wasiat kepada segenap anak zaman untuk kembali ke “khittah”-nya sebagai makhluk yang berakal budi. Sepanjang sejarah peradaban umat manusia, ibu senantiasa tawadhu’ memenuhi takdirnya sebagai pencerah peradaban. Dengan segala kerendahan hati dan ketulusannya, ibu tak pernah lelah me"ninabobo"kan sang anak lewat sentuhan-sentuhan kisah "ninabobo" yang agung dan arif, agar kelak sang anak menjadi teladan zaman, mampu menjadi sosok kesatria, pembela bagi si lemah dan tertindas, luhur budi, dan sanggup menunjukkan nilai-nilai spiritualitasnya secara mengagumkan di depan Sang Khalik.

Namun, seiring gerak roda peradaban, peran ibu makin rumit dan kompleks dalam membesarkan dan mendewasakan anak-anak biologisnya karena akan menemui tantangan yang semakin berat. Ada dua tantangan mendasar yang dihadapi oleh ibu di tengah dinamika peradaban global. Pertama, tantangan internal dalam lingkungan keluarga. Ibu harus tetap menjadi sosok feminin yang lembut, penuh perhatian dan kasih sayang, serta sarat sentuhan cinta yang tulus kepada suami dan anak-anak. Kedua, tantangan eksternal di luar “pagar” rumahtangga seiring tuntutan zaman yang semakin terbuka terhadap masuknya nilai-nilai mordial dan global, kemuliaan peran keibuan pun semakin tergerus oleh serangan nilai-nilai kebaratan. Para orientalis inilah yang kerap menyerang muslimah dan perannya dalam keluarga. Ide-ide feminisme, kesetaraan gender, dan kebebasan wanita saat ini gencar disuarakan barat kepada umat Islam. Kita pun tahu, tidak sedikit yang terjebak untuk mencicipi racun atas nama kebebasan wanita tersebut. Akhirnya, hancurlah kemuliaan dan martabat wanita diikuti dengan runtuhnya pilar-pilar keluarga dan pendidikan anak.

Dalam menyikapi dan menyiasati dua tantangan mendasar itu, seorang ibu jelas dituntut untuk semakin memaksimalkan perannya, memberdayakan potensi dirinya sehingga mampu tampil menerjemahkan dan menginternalisasi selera zaman yang mustahil dihindarinya sebagai seorang ibu yang hidup di era globalisasi ini.


Duhai Ibu...
dirimulah simpul penting sebuah sambungan peradaban
dirimulah pencetak sebuah generasi handal dan tangguh
dirimulah tiang yang akan mengibarkan kembali bendera kejayaan Islam
lewat pendidikan terhadap keluarga.



Duhai Ibu...
dirimu tak pernah bermakna kecil
karena Allah lah yang menjadikanmu begitu mulia...
teruslah berjuang demi anak-anak negrimu...
menuju Peradaban Mulia yang dinanti...


Teruntuk mama, Bunda-bundaku yang Qiyadah,
Bunda-bundaku di MT Ibu Harapan
dan seluruh IBU dipersada pertiwi,
Salam cinta penuh hormat selalu padamu IBU


Revisi Proposal Momentum Hijriah untuk Ibu Harapan

(kiriman dari : sahabatku mba Indih Ariyanty)
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.