My Sweet Home

Menyusuri Ilalang

Menyusuri Ilalang

Suatu pagi aku terbangun dan ingin melaksanakan aktivitas disepertiga malam terakhir. Untuk menemani kekasihku, Tuhan yang telah menciptakanku. Bila ku dekat dengan-Nya, hati dan jiwa tenang serta selalu ingin memuji-Nya. Suasana gelap gulita ditengah rerumputan ilalang. Aku melihat keluar tenda, benar-benar menyeramkan dengan suara elang, jangkrik, tokek dan kodok berkicau merdu. Tapi aku harus bangkit dan keluar menuju kamar mandi. Mau minta ditemani oleh temanku tapi semuanya lagi pada tidur. Aku urungkan niatku untuk membangunkan teman karena aku yakin besok pagi aktivitas sangat padat.

Langkah demi langkah kaki berjalan dikesunyian malam, aku memegang sebuah senter ditangan sendirian. Jaraknya cukup jauh dari tenda. Persis seperti kita berada di sebuah hutan rimba. Aku melihat bayangan putih dan suara-suara aneh. Tubuhku mulai gemetaran, bulu kudu ku mulai merinding dan berdiri. Dalam hati aku hanya membaca ayat kursi. Dengan suara lantang aku berkata : “Allahu Akbar.. Allahu Akbar, maafkan aku penghuni daerah ini. Aku hanya ingin berwudhu di kamar mandi. Mohon jangan ganggu aku”. Setelah berwudhu aku pun kembali dengan langkah kaki cepat menuju ke lokasi, sampai aku pun berlari menuju tenda. Takut nanti ada yang culik aku, bisa ‘berabeh’ deh. hehehe.
“Ahh… untung aku ga nyasar. Kalau nyasar, habislah aku disembunyikan oleh jin”
*****
1 jam kemudian terdengar suara yang ribut di luar tenda,…
“TAR… TAR… TAR… TARRRRR!” Suara peluru sambung menyambung tiada henti selama 30 menit.
Semuanya pada bangun dan suasanapun menjadi heboh.
“Ada apa itu?”
“Ada perangkah atau ada teroris di sini?”
“Benar-benar, gendeng surendeng deh. Jantung hampir copot.” Teriak teman-temanku seperti kambing kebakaran buntut. Bias panik menyelimuti wajah teman-temanku.
Aku hanya tersenyum memandang wajah mereka. Tiba-tiba, salah satu temanku yang lemah gemulai memelukku dengan badan gemetaran. Aku terkejut. Dia sampai menangis karena ketakutan. Maklum ‘anak mami’, jadi agak sedikit manja. Emang susah jika mengajak orang seperti ini ikut camping. Tapi karena ia pintar, harus ikut demi mengharumkan nama sekolah.
“Huahahaha…!” Rina tertawa terbahak-bahak melihat temannya ketakutan begitu.
“Huahahaha… uhuk..uhuk..uhuk!” Rina sampe keselek ketelen tawanya sendiri.
“Rasain, itulah akibatnya jika mengejek kawan sendiri”
“Sudah-sudah.. jangan diributkan lagi masalah ini. Mending kita tanyakan saja sama kakak Pembina besok pagi ketika matahari telah terbit” tukas aku pada teman-teman.
*****
Di lapangan telah berkumpul semua peserta camping dari berbagai kabupaten dan kotamadya Sumatera Utara. Seperti biasa mulai diadakan latihan pemanasan, olah raga pagi. Lalu upacara dan beraktivitas. Ternyata disini juga sebagai tempat latihan para tentara Angkatan Darat. Halangan dan rintangan juga sudah disiapkan.
“Teman-temanku, lihat halangan dan rintangannya. Kayaknya seruuu!”
“Ya seru…” Aku pun mengangguk.

Rintangan pertama, aku harus melewati satu balok panjang dengan cara berjalan di atasnya sedangkan di bawahnya adalah sebuah lubang parit yang lebar dengan ribuan sampah dedauan.
“Alhamdulillah, untung aku ga jatuh ke bawah. Kalau jatuh bisa berubah jadi dekil dan bau deh. Malu ama tentara yang cakep-cakep di sini hehehe.” Mulai deh rayuan gombal ku dalam berkata-kata.

Rintangan kedua, aku juga harus melewati satu balok panjang dengan cara berjalan di atasnya. Bedanya adalah di bawahnya ada sebuah parit yang lebar dengan berbagai serpihan kaca. Mulai aku berjalan perlahan-lahan dan konsentrasi. Mata ku sudah berkunang-kunang karena gemetaran dan membayangkan gimana kalau jatuh ya. Bisa luka-luka nih tubuh.
Tiap langkah demi langkah aku teriak, “Aku bisa… aku bisa… aku bisaa..”.
Tapi saat hampir tiba di ujung balok kayu itu tiba-tiba kaki lemes dan aku terduduk, sambil jalan ‘mengesot-ngesot’ akhirnya sampai juga deh di ujungnya. “Huuhh.. huuhh…” desah nafasku berontak tak tau arahnya lagi.

Rintangan ketiga, aku harus melewati jaring-jaring kawat berduri. Rintangan ini benar-benar melatih kesabaran kita. Karena kita akan merayap-rayap di rumput. Seperti ular yang sedang menari-nari di atas tanah mencari mangsanya. Hehehe. Benar-benar ampun deh, perlahan-lahan kaki dan tangan memainkan perannya hingga menuju akhir finish. “Alhamdulillah, kepalaku dilindungi jilbab, walaupun kena sedikit tapi tidak terluka atau berdarah” gerutuku di dalam hati.

Rintangan keempat, aku harus melewati sebuah parit besar yang berisikan air kotor dengan seutas tali yang dipegang dan mengayun sampai ke ujung finish.
“Waduh, bagaimana nih. Sekali ini aku benar-benar seperti tarzan yang bermain di ranting-ranting pepohonan. Tinggal teman-teman monyetnya aja yang dipanggil.” Aku mengeluh dan sedikit protes. “Bismillah…” Aku teringat dengan kakak Pembina bilang : “Peganglah tali dengan erat dan mundur sejauh mungkin agar bisa melompat dengan jauh, lalu ayunkan tubuh dan bermainlah dengan hati dan jiwa agar pengukurannya tepat sampai sasaran”.
“Alhamdulillah, aku sampai lagi dengan selamat. Hehehe, aku berhasil.” Tapi kasihan temanku, dia basah kuyup karena terjatuh dan bermandikan air kotor.
“Huhu..huhu… hiks… hiks…” tangisan temanku membasahi pipinya. Karena ia malu, seorang gadis yang cantik dan lembut tapi badannya bau dan kotor. Wajahnya pun tak keliatan lagi karena hitam, dekil dengan rambut panjang yang berserakan, persis ‘hantu’ di siang bolong. Hehehe. Aku pun menyeka airmata matanya dengan sapu tangan yang ku miliki. Kegiatan selesai, semua peserta kembali ke tenda masing-masing.
*****
Hari ketiga pun tiba,…
“Kejutan apalagi ya hari ini. Hmm, ternyata kegiatan hiking..”
Hari ini aku dan teman-teman tak bisa mandi. Karena kelelahan aktivitas kemarin, jadi kesiangan deh ke kamar mandinya. Akhirnya hanya cuci muka dan sikat gigi saja. “Sudah lumrahlah bagi anak Pramuka tidak mandi. Yang penting wangi dan bersih, tidak kelihatan dekil” Ketua pramuka berbicara kepada semua anggotanya. Aku pun setuju, yang penting jangan sampai telat ikut upacara apel pagi hari. Hukumannya adalah push-up dan sit-up sampai 50x. “Gila boo.. Capek banget jika harus terjadi. Bisa-bisa pingsan aku” Wakakak..

Perjalanan hiking pun di mulai setelah peluit berbunyi. Aku dan teman-temanku berjalan-jalan ala berbaris gaya tentara sambil bernyanyi.
“Bangun pemuda-pemudi Indonesia. Tangan bajumu singsingkat untuk negara. .Masa yang akan datang, kewajibamu lah. Menjadi tanggunganmu terhadap nusa…” Lantunan nyanyian serempak dari suara anggota Pramuka yang berkorbar mampu menyemangati jiwa kami. Terik matahari pun mulai terasa. Tenggorokan pun mulai kering dan semakin haus. Sampai-sampai pun ludah sendiri ditelan.
“Aneh,… Macem mana nih. Sudah lebih dari 2 jam kita berjalan sampai melewati ilalang, jembatan, jalan besar, tapi kok ga sampai-sampai ya. Mana air tinggal satu botol.” seru temanku sambil kesal.
Lama kelamaan persediaan airpun habis. Kami bingung, karena kami dilarang membeli air minum di jalan dengan menggunakan uang. Kalau ketahuan akan ada sangsinya. Akhirnya aku dan teman-temanku memberanikan diri untuk meminta air pada tetangga di sini.
Alhamdulillah, airpun sudah terisi dengan penuh. Tapi rasa airnya aneh seperti air mentah.
“Ahh, sudahlah. Minum saja. Positive thinking-lah kita ama warga disini.” Seru ketua Pramuka kepada anggotanya.
“Betul juga frend. Daripada kita mati kehausan. Kering kerontanglah tubuh kita. Bisa pingsan di jalanan sunyi dimana kita tak tau arah. Persis kayak tengkorak kurus yang tak berdaging karena hausnya, hehehe..” Teriakku pada teman-teman, walaupun sebenarnya perasaanku tidak enak takut keracunan. Tapi ya sutralah. Yang penting aku tidak dehidrasi.
“Syukuri apa adanya, hidup hanyalah sementara”
Alhamdulillah,… Allahu Akbar… Akhirnya sampai juga di lokasi tujuan. Aku dan teman-teman istirahat sambil menikmati indahnya taman dengan hamparan tumbuh-tumbuhan yang hijau dan udara sejuk dengan semilir angin sepoi-sepoi.
“Kalau tau perjalanan akan seperti ini aku tidak akan ikut” Gerutu ku pada teman-teman.
Tapi perjalanan camping beberapa hari ini emang sangat seru dan memberi kesan yang tak akan terlupa sehingga aku tau banyak hal mengenai kehidupan alam sekitarnya dengan beragam corak manusia. “Betul itu yang kau bilang kawan” sela temanku saat aku berbicara pada ketua. Selanjutnya kita semua duduk dengan santai dan khidmat sambil makan.
*********************************************************************

Medan 06 Juli 2010
~Evi A.~
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.