Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh..
Selamat pagi teman-temanku sayang pembaca setia blog Evi.
Sudah lama sekali tidak menulis di blog ini. Sebenarnya ada banyak peristiwa, kegiatan, dan acara yang bermanfaat yang memiliki inspirasi yang bisa Evi tuangkan dalam bentuk tulisan.
Namun, karena sedang terkendala ujian tesis sebanyak 3 tahapan, maka ditunda sementara menulisnya.
Tapi agar tidak terlalu lama kosong blog ini, yuk.. mari kita baca tulisan bermanfaat di bawah ini dari sahabat Evi, ustadz Kholili Hasib tentang syiah dan liberal agar bertambah pengetahuan kita sebagai umat muslim maupun agama lainnya.
*************************************************************
Syiah-Liberalis Bersatu Menghujat Shahabat dan al-Qur’an
Pada Jum’at 21 Juni 2013, puluhan warga Syiah Sampang Madura hendak
melakukan demonstrasi di Istana Negara Jakarta untuk mengadukan nasib
mereka kepada Presiden. Mereka akan menuntut jaminan bagi komunitas
Syiah Karanggayam dan Blu’uran agar bisa kembali ke kampung halamannya.
Sejak pecah bentrok warga Sunni dan Syiah di Sampang pada 2012
lalu, mereka direlokasi pemerintah setempat, sampai situasi kembali
normal. Warga Syiah beranggapan, pemerintah telah melakukan diskriminasi
terhadap Syiah di Sampang. Padahal, penganut Syiah Sampang terbukti
melakukan ajaran pelecehan terhadap Shahabat. Umat Ahlussunnah dipaksa
untuk membiarkan saja ajaran tersebut, sembari melemparkan isu
Ahlussunnah tidak toleran terhadap minoritas Syiah. Tentu, hal ini
menambah situasi tidak kondusif.
Isu intoleransi mencuat. Isu
ini tentu saja menjadi ‘barang dagangan’ yang menarik bagi kaum
liberal. Dengan didukung tokoh-tokoh liberal, mereka menuduh Ahlussunnah
memperlakukan mereka secara tidak toleran. Sejak terjadi kekisruhan di
Sampang tahun 2011 dan tahun 2012, kaum Liberal mengadvokasi penganut
Syiah. Ulil Abshar Abdallah, mantan koordinator JIL, di Surabaya membela
Syiah dengan mengatakan, “Kasus Ahmadiyah, Syiah dan lainnya lebih
merupakan perbedaan tafsir dan perbedaan tafsir itu bukanlah penodaan
agama” (24/11/2012).
Kasus Syiah, harus diamati secara cermat.
Bahwa, kasus yang telah menyeret Tajul Muluk -- pemimpin Syiah Sampang
-- ke penjara dengan hukuman 4 tahun penjara karena terbukti melakukan
penodaan agama, dipicu syiar kebencian yang dilontarkan penganut Syiah.
Mereka mengajarkan kebencian terhadap Shabat Nabi Saw.
Berdasarkan
informasi Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA) yang
pernah mengadakan dialog dengan Tajul Muluk pada tahun 2006, bahwa
ajaran Tajul Muluk melecehkan Shahabat Nabi dan menghina otentisitas
al-Qur’an. M. Nur, mantan pengikut Tajul Muluk memberi kesaksian, “Sejak
2008 Tajul mulai menyampaikan khutbah Jumat bahwa rukun Islam ada 8,
rukun iman ada 5, khalifah Nabi Muhammad bukan Abu Bakar, Abu Bakar
dikatakan merampok dari Ali”.
Dalam pengakuan M. Nur, Tajul
pernah suatu kali mengadakan peringatan Iedul Ghadir (peringatan
pengangkatan Ali sebagai Khalifah) di rumah Habib Mustofa. Saat itu
dibahas ketentuan khalifah yang sudah ditentukan oleh Allah khusus
kepada Ali, tetapi dirampok oleh Abu Bakar. Puncak dari acara peringatan
Ghadir Khum adalah melaknat Abu Bakar dan Utsman. Ayat-ayat dalam
al-Quran yang menyebut kata thagut mereka maknai sebagai Abu Bakar dan
Umar.
Ketika dakwah kebencian tersebut tersebar ke Desa
Blu’uran, konflik tidak bisa dihindari. Warga yang mayoritas Ahlussunnah
tidak terima Shahabat dan al-Qur’an dilecehkan. Namun, kaum Syiah juga
menantang. Padahal, sebenarnya telah terjadi kesepakatan antara para
ulama, pemkot Sampang dan Tajul Muluk agar menghentikan dakwah kebencian
di Sampang karena dikhawatirkan menciptakan chaos yang lebih luas.
Kesepakatan dikhianati Tajul dan warga Syiah lainnya.
Ajaran
pelecehan terhadap Shahabat Nabi Saw yang dibawa oleh Tajul Muluk tidak
jauh berbeda dengan para pendahulu ekstrimis Syiah. Mufassir kesohor
Syiah menghina ‘Aisyah dengan tuduhan istri Nabi tersebut pernah
berzina. Dalam bukunya ditulis, “Aisyah terlah berzina dengan Fulan
dalam suatu perjalanan” (Ali al-Qummi,Tafsir al-Qummi juz II, hal. 377).
Seorang pemimpin Syiah, Abdul Shamad bin Bashir berpendapat bahwa
penyebab wafatnya Rasulullah karena diracun oleh Abu Bakar (Muhammad
Iyashi,Tafsir al-Iyashi, juz I, hal. 342). Bahkan al-Majlisi
berkeyakinan bahwa pintu neraka terdapat pintu khusus yang diperuntukkan
Abu Bakar, Umar dan Utsman (Muhammad Baqir al-Majlisi,Bihar
al-Anwar,juz 8 hal. 301).
Islam Liberal tentu saja membela
warga Syiah. Sebab, kenyataannya baik Syiah maupun Islam Liberal
sama-sama mengajarkan kebencian terhadap Shahabat Nabi dan melecehkan
al-Qur’an. Kesamaan visi dan ideologi inilah yang mendorong kaum Liberal
‘mati-matian’ membela Syiah Sampang.
Praktik penghinaan kaum
Liberal sudah lama ditulis. Dalam Jurnal Justisia Edisi 23 Tahun XI 2003
ditulis, “Adalah Muhammad saw., seorang figur yang saleh dan berhasil
menstransormasikan nalar kritisnya dalam berdialektika dengan realita
Arab. Namun, setelah Muhammad wafat, generasi pasca-Muhammad terlihat
tidak kreatif. Jangankan meniru kritisisme dan kreatifitas Muhammad
dalam memperjuangkan perubahan realita zamannya, generasi pasca-Muhammad
tampak kerdil dan hanya mem-bebek pada apa saja yang asalkan dikonstruk
Muhammad” (hal. 1).
Mereka terutama melecehkan Ustman bin
Affan. Ditulis dalam jurnal itu, “Dari sekian tumpuk daftar
ketidakreatifan generasi pasca-Muhammad, yang paling mencelakakan adalah
pembukuan Qur’an dengan dialek Quraisy oleh Khalifah Usman ibn Affan
yang diikuti dengan klaim otortias mushafnya sebagai mushaf terabsah dan
membakar (menghilangkan pengaruh) mushaf-mushaf milik sahabat lainnya”.
Sementara pelecehan terhadap al-Qur’an ditulis dalam buku Lubang Hitam
Agama. Al-Qur’an yang diyakini kaum Muslimin sebagai Kalam Allah yang
suci dan dijaga keasliannya oleh Allah dihujat secara terang-terangan.
Di antaranya ditulis, “Bahkan sessungguhnya hakikat al-Qur’an bukanlah
Teks verbal yang terdiri atas 6.666 ayat bikinan Utsman itu melainkan
gumpalan-gumpalan gagasan (Sumanto al-Qurtubi,Lubang Hitam Agama, hal.
42). Buku itu menolak dikatakan al-Qur’an adalah kitab suci yang sakral.
Dikatakan dalam buku itu, “Dalam konteks ini, anggapan bahwa al-Qur’an
itu suci adalah keliru. Kesucian yang dilekatkan pada al-Qur’an (juga
kitab yang lain) adalah kesucian palsu (pseudo sacra). Tidak ada teks
yang secara ontologism itu suci (hal. 67).
Demikianlah
kenyatannnya, bahwa pembelaan kaum Liberal terhadap Syiah salah satu di
antaranya karena terdapat kesamaan visi ideologis. Karena itu tidak
heran, bila setiap kasus Syiah selalu mendapatkan advokasi dari
tokoh-tokoh liberal.
Yang harus dimengerti adalah ajaran
pelecehan seperti ini yang sesungguhnya memicu konflik sosial. Ajaran
tersebut tidak bisa dibiarkan, karena penodaan agama hakikatnya
melanggar Hak Asasi Manusia. Pelecehan terhadap agama hakikatnya
pelecehan terhadap hak manusia. Sebab, hak manusia yang paling asasi
adalah hak untuk menjaga agamanya. Jika kesucian agama dihujat, maka
telah terjadi pelanggaran hak asasi yang berat. Wallahu a’lam bis
showab.
Oleh: Kholili Hasib
Pada Jum’at 21 Juni 2013, puluhan warga Syiah Sampang Madura hendak
melakukan demonstrasi di Istana Negara Jakarta untuk mengadukan nasib
mereka kepada Presiden. Mereka akan menuntut jaminan bagi komunitas
Syiah Karanggayam dan Blu’uran agar bisa kembali ke kampung halamannya.
Sejak pecah bentrok warga Sunni dan Syiah di Sampang pada 2012
lalu, mereka direlokasi pemerintah setempat, sampai situasi kembali
normal. Warga Syiah beranggapan, pemerintah telah melakukan diskriminasi
terhadap Syiah di Sampang. Padahal, penganut Syiah Sampang terbukti
melakukan ajaran pelecehan terhadap Shahabat. Umat Ahlussunnah dipaksa
untuk membiarkan saja ajaran tersebut, sembari melemparkan isu
Ahlussunnah tidak toleran terhadap minoritas Syiah. Tentu, hal ini
menambah situasi tidak kondusif.
Isu intoleransi mencuat. Isu
ini tentu saja menjadi ‘barang dagangan’ yang menarik bagi kaum
liberal. Dengan didukung tokoh-tokoh liberal, mereka menuduh Ahlussunnah
memperlakukan mereka secara tidak toleran. Sejak terjadi kekisruhan di
Sampang tahun 2011 dan tahun 2012, kaum Liberal mengadvokasi penganut
Syiah. Ulil Abshar Abdallah, mantan koordinator JIL, di Surabaya membela
Syiah dengan mengatakan, “Kasus Ahmadiyah, Syiah dan lainnya lebih
merupakan perbedaan tafsir dan perbedaan tafsir itu bukanlah penodaan
agama” (24/11/2012).
Kasus Syiah, harus diamati secara cermat.
Bahwa, kasus yang telah menyeret Tajul Muluk -- pemimpin Syiah Sampang
-- ke penjara dengan hukuman 4 tahun penjara karena terbukti melakukan
penodaan agama, dipicu syiar kebencian yang dilontarkan penganut Syiah.
Mereka mengajarkan kebencian terhadap Shabat Nabi Saw.
Berdasarkan
informasi Badan Silaturrahim Ulama Pesantren Madura (BASSRA) yang
pernah mengadakan dialog dengan Tajul Muluk pada tahun 2006, bahwa
ajaran Tajul Muluk melecehkan Shahabat Nabi dan menghina otentisitas
al-Qur’an. M. Nur, mantan pengikut Tajul Muluk memberi kesaksian, “Sejak
2008 Tajul mulai menyampaikan khutbah Jumat bahwa rukun Islam ada 8,
rukun iman ada 5, khalifah Nabi Muhammad bukan Abu Bakar, Abu Bakar
dikatakan merampok dari Ali”.
Dalam pengakuan M. Nur, Tajul
pernah suatu kali mengadakan peringatan Iedul Ghadir (peringatan
pengangkatan Ali sebagai Khalifah) di rumah Habib Mustofa. Saat itu
dibahas ketentuan khalifah yang sudah ditentukan oleh Allah khusus
kepada Ali, tetapi dirampok oleh Abu Bakar. Puncak dari acara peringatan
Ghadir Khum adalah melaknat Abu Bakar dan Utsman. Ayat-ayat dalam
al-Quran yang menyebut kata thagut mereka maknai sebagai Abu Bakar dan
Umar.
Ketika dakwah kebencian tersebut tersebar ke Desa
Blu’uran, konflik tidak bisa dihindari. Warga yang mayoritas Ahlussunnah
tidak terima Shahabat dan al-Qur’an dilecehkan. Namun, kaum Syiah juga
menantang. Padahal, sebenarnya telah terjadi kesepakatan antara para
ulama, pemkot Sampang dan Tajul Muluk agar menghentikan dakwah kebencian
di Sampang karena dikhawatirkan menciptakan chaos yang lebih luas.
Kesepakatan dikhianati Tajul dan warga Syiah lainnya.
Ajaran
pelecehan terhadap Shahabat Nabi Saw yang dibawa oleh Tajul Muluk tidak
jauh berbeda dengan para pendahulu ekstrimis Syiah. Mufassir kesohor
Syiah menghina ‘Aisyah dengan tuduhan istri Nabi tersebut pernah
berzina. Dalam bukunya ditulis, “Aisyah terlah berzina dengan Fulan
dalam suatu perjalanan” (Ali al-Qummi,Tafsir al-Qummi juz II, hal. 377).
Seorang pemimpin Syiah, Abdul Shamad bin Bashir berpendapat bahwa
penyebab wafatnya Rasulullah karena diracun oleh Abu Bakar (Muhammad
Iyashi,Tafsir al-Iyashi, juz I, hal. 342). Bahkan al-Majlisi
berkeyakinan bahwa pintu neraka terdapat pintu khusus yang diperuntukkan
Abu Bakar, Umar dan Utsman (Muhammad Baqir al-Majlisi,Bihar
al-Anwar,juz 8 hal. 301).
Islam Liberal tentu saja membela
warga Syiah. Sebab, kenyataannya baik Syiah maupun Islam Liberal
sama-sama mengajarkan kebencian terhadap Shahabat Nabi dan melecehkan
al-Qur’an. Kesamaan visi dan ideologi inilah yang mendorong kaum Liberal
‘mati-matian’ membela Syiah Sampang.
Praktik penghinaan kaum
Liberal sudah lama ditulis. Dalam Jurnal Justisia Edisi 23 Tahun XI 2003
ditulis, “Adalah Muhammad saw., seorang figur yang saleh dan berhasil
menstransormasikan nalar kritisnya dalam berdialektika dengan realita
Arab. Namun, setelah Muhammad wafat, generasi pasca-Muhammad terlihat
tidak kreatif. Jangankan meniru kritisisme dan kreatifitas Muhammad
dalam memperjuangkan perubahan realita zamannya, generasi pasca-Muhammad
tampak kerdil dan hanya mem-bebek pada apa saja yang asalkan dikonstruk
Muhammad” (hal. 1).
Mereka terutama melecehkan Ustman bin
Affan. Ditulis dalam jurnal itu, “Dari sekian tumpuk daftar
ketidakreatifan generasi pasca-Muhammad, yang paling mencelakakan adalah
pembukuan Qur’an dengan dialek Quraisy oleh Khalifah Usman ibn Affan
yang diikuti dengan klaim otortias mushafnya sebagai mushaf terabsah dan
membakar (menghilangkan pengaruh) mushaf-mushaf milik sahabat lainnya”.
Sementara pelecehan terhadap al-Qur’an ditulis dalam buku Lubang Hitam
Agama. Al-Qur’an yang diyakini kaum Muslimin sebagai Kalam Allah yang
suci dan dijaga keasliannya oleh Allah dihujat secara terang-terangan.
Di antaranya ditulis, “Bahkan sessungguhnya hakikat al-Qur’an bukanlah
Teks verbal yang terdiri atas 6.666 ayat bikinan Utsman itu melainkan
gumpalan-gumpalan gagasan (Sumanto al-Qurtubi,Lubang Hitam Agama, hal.
42). Buku itu menolak dikatakan al-Qur’an adalah kitab suci yang sakral.
Dikatakan dalam buku itu, “Dalam konteks ini, anggapan bahwa al-Qur’an
itu suci adalah keliru. Kesucian yang dilekatkan pada al-Qur’an (juga
kitab yang lain) adalah kesucian palsu (pseudo sacra). Tidak ada teks
yang secara ontologism itu suci (hal. 67).
Demikianlah
kenyatannnya, bahwa pembelaan kaum Liberal terhadap Syiah salah satu di
antaranya karena terdapat kesamaan visi ideologis. Karena itu tidak
heran, bila setiap kasus Syiah selalu mendapatkan advokasi dari
tokoh-tokoh liberal.
Yang harus dimengerti adalah ajaran
pelecehan seperti ini yang sesungguhnya memicu konflik sosial. Ajaran
tersebut tidak bisa dibiarkan, karena penodaan agama hakikatnya
melanggar Hak Asasi Manusia. Pelecehan terhadap agama hakikatnya
pelecehan terhadap hak manusia. Sebab, hak manusia yang paling asasi
adalah hak untuk menjaga agamanya. Jika kesucian agama dihujat, maka
telah terjadi pelanggaran hak asasi yang berat. Wallahu a’lam bis
showab.
Oleh: Kholili Hasib
Syiah-Liberalis Bersatu Menghujat Shahabat dan al-Qur’an

Evi Andriani
a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.
Follow Media Sosial Evi :