My Sweet Home

Para Bintang Pembaca di Pesawat

Para Bintang Pembaca di Pesawat 

Hari ini, 7 November 2013, saya bisa dibilang orang yang beruntung. Why?
Sebab satu deretan saya adalah orang-orang yang senang membaca.

Betapa bahagianya lihat di sebarisan saya, ada cici (sebutan kakak untuk orang Cina), sebelahnya lagi suaminya dan sebelahnya lagi orang 'bule' lagi asyik baca. Mereka dari sejak duduk di kursi pesawat sudah mulai menyantap buku. Sedangkan saya masih agak pusing, jika duduk langsung membaca.

Apalagi ini pesawat lama sekali berangkatnya, kurang lebih sudah 30menit lebih kami di dalam pesawat. Ternyata ada masalah yaitu ada penumpang tujuan Surabaya masuk ke pesawat tujuan Jakarta.

Kepala yang memang agak pusing karena beberapa hari lalu sedikit demam akibat kecapaian, tak membuat semangatku padam untuk terus memandang mereka yang tengah asyik membaca.

Cici baca majalah Air Asia, suaminya baca buku "Otak Tengah", dan orang 'bule' tadi baca buku yang agak tebal seperti novel (menurut perkiraan saya).

Ketika pesawat sudah naik dan stabil, saya tenangkan pikiran dengan self healing agar telinga tidak 'budek' dan pikiran tenang sambil berdzikir. Setelah itu langsung tertidur sejenak.

Dan ketika bangun, saya melihat ke sebelah kiri saya, ternyata mereka masih terus asyik membaca.

MasyaAllah, kenapa orang Indonesia malas membaca dibandingkan mereka. Andaikan minat baca orang Indonesia tinggi, minat beli buku orang Indonesia tinggi, ga bakalan deh kita menjadi negara berkembang terus. InsyaAllah pasti maju. Setuju ga teman-teman .

Lalu, saya lihat si Cici baca buku tulisan seprti huruf tionghoa atau china.

Saya pun menyapa beliau, "Cici, ini tulisan Cina atau Tionghoa"
"Cina," jawab Cici.

Aduh ga penting banget coba saya tanya gituan. Tapi ga apa-apa deh, untuk membina keabraban, apapun bisa ditanya. Akhirnya kami menjadi akrab, saling menawarkan makanan yang ada. Hehehe...

Karena pikiran saya pun sudah stabil dan pesawat sudah tidak goyang-goyang lagi akibat cuaca ga baik, akhirnya saya pun membuka buku.

Buku yang saya bawa adalah buku motivasi dengan penulis yang sudah tak asing lagi di telinga kita yaitu Mba Afifah Afra, judulnya "...and The Star is Me!"

Kebetulan saya suka tulisan-tulisan motivasi dan inspirasi. Pertama dibuka ada tanda tangan beliau, lalu lanjut saya baca halaman penyunting bahasa, desain sampul, setting, tahun tertib, ISBN, dll. Kemudian daftar isi. Ga penting banget kali ya menurut sebagian orang untuk dibaca. Tapi ya menurut saya sih penting. Jadi kalau kita mau nulis konsep buku, yang pasti ini menjadi bagian penting untuk buat konsep buku.

Saya terbilang pembaca yang santai; baca buku santai, dan sangat menghayati. Jadi ya jangan heran kalau saya baca lambat dan lama. Namun, saat masuk ke otak, bekas ingatanya lama hehehe.

Ketika saya baca catatan penulis (Behind The Scene) saya sudah langsung takjub dan suka bacanya. Pasalnya mirip dengan kejadian saya. Hihihi

Mba Afra kuliah jurusan Biologi di UNDIP. Beliau memilih jurusan karena dulu waktu SMA dulu, beliau melihat jurusan itu paling keren. Ternyata ketika beliau masuk kampus tersebut, ada banyak jurusan yang diminati seperti Kedokteran, Teknik Elektro, Teknik Sipil, dan jurusan lain. Yang jelas bukan jurusan beliau, Biologi. Timbullah rasa minder. Apalagi yang hanya bekerja sebagai guru TK, pedagang, ibu rumah tangga, dll, pasti lebih minder lagi ya.

Namun seiring berjalan waktu, kemudian beliau berpikir. Bahwa rasa minder telah menghilangkan segenap bayangan positif atau masa depan kita. Banyak pedagang kue penghasilannya lebih besar dari seorang guru besar di PTN bergengsi, banyak juru masak yang mendirikan restoran hingga menjadi restoran terbesar di dunia, dll.

Inilah kondisi masyarakat kita selalu melihat ke posisi yang ada sehingga kepribadian (personality) menjadi lemah dan rapuh. Rasa percaya diri seakan-akan sirna dan semakin pudar.

Yang seharusnya kita lakukan adalah memiliki kepribadian yang kuat sehingga dapat menerima dirinya sendiri dengan segenap kekurangan dan kelebihan, dapat menerima orang lain apa adanya, tidak mudah menyerah, optimis, tidak terpengaruh, dan bermanfaat buat banyak orang. Kekuatan seperti ini harus kita bangunkan. Dan menjadilah bintang.

Kejadian ini mirip seperti yang saya alami dulu. Karena saya ga punya biaya banyak untuk masuk kedokteran, akhirnya saya memilih masuk jurusan lain yang menurut saya saat itu skornya cukup tinggi--Teknik Elektro.

Payah banget deh saya waktu itu. Hahaha. Ternyata ketika masuk kampus, selain jurusan ini, masih banyak jurusan lain juga yang lebih bagus hehehe. Tapi ya tetap saya jalani dengan ikhlas.

Alhamdulillah saya sudah mau selesai S2 masih bertahan dengan jurusan Teknik Elektro. Walaupun lulusnya lama banget tapi ya tetap harus semangat menjalani hihihi. Karena banyak sekali halang dan rintang yang menghadanginya sehingga berjalan lambat tapi pasti selesai akhirnya. InsyaAllah.

Sembari menyelesaikan hal itu, saya pun menjalani pekerjaan sampingan, misalnya menulis buku. Banyak yang menentang sih, tapi ya saya yakin suatu saat saya bisa tuliskan satu buku yang bermanfaat buat banyak orang hingga mancanegara. InsyaAllah aamiin.

Pernah seorang pemuda bertanya pada saya, "Mba kan S2. Sudah ngajar dung?"
"Saya tidak mengajar?"
Kemudian pemuda itu bilang, "Dari mana Mba dapat uang?"
"Dari menulis."
Lalu dengan entengnya si pemuda bilang, "Penulis itu kan ga ada uangnya? Jangan mau mba jadi penulis. Lebih baik Mba ngajar saja. Penghasilannya besar dan terjamin"

Hahaha kaget benar dengan ucapan pemuda seperti ini. Memang ada benarnya ucapannya, lebih baik mengajar, penghasilannya utuh tiap bulan dapat. Namun, saya ga suka pemikirannya. Terlalu dangkal. Karena di dalam otaknya hanya uang.

Dia seolah-olah ingin membuat saya minder dengan apa yang saya jalani saat ini. Tapi ya saya tidak terpengaruh. Apa jadinya ya nanti jika habis nikah, saya jadi ibu rumah tangga. Pasti bakal banyak orang yang akan membuat saya minder.

InsyaAllah, ke depannya saya memang akan mengajar juga, namun menulis tidak akan ditinggalkan. Ga harus saya sekolah Sastra Indonesia dulu kan baru saya bisa menulis. Walaupun jurusan saya Teknik Elektro insyaAllah saya juga bisa menulis apapun. Karena kekuatan itu kita yang bangun bukan orang lain tapi diri kita sendiri. Karena dengan mengajarkan, ilmu tetap akan selalu diingat, dan dengan menulis, maka jejak diri akan tertinggal. Buku adalah gudang ilmu, yang akan terus bermanfaat bagi banyak orang.

Jadi ingat lagi, dulu saya pernah membuat buku indie bersama teman-teman penulis Sumut tahun 2010. Buku tersebut menjadi ejekan sebagian orang, namun subhanallah di balik itu menjadi manfaat dan pujian dari banyak orang baik dari orang yang senang membaca, menulis, dan senang menjaga kebudayaan serta pariwisata negaranya sendiri. Bahkan buku indie saya ini juga sudah sampai luar negeri. Cukup sudah dengan kisah lama, orang-orang yang gemar menyepelekan sebuah buku. Saat ini yang terpenting adalah berkarya yang bermanfaat buat bangsa. Mau menulis, mau bekerja, mau apapun itu, jangan tinggalkan kegiatan membaca. Jadilah Bintang Pembaca untu kehidupan.
***

Terlalu panjang bercerita sampai lupa saya hehehe. Setelah melihat mereka membaca, saya sejenak berpikir. Jika tahun depan, saya sudah punya buku sendiri lagi dan jika ketemu orang-orang seperti mereka yang gemar membaca, terutama di pesawat atau di bis atau di kendaraan manapun, saya pengen kasih satu buku saya padanya.

Ketika pesawat mendarat, dan tiba ambil bagasi. Saya kemudian menghampiri orang 'bule' tadi. Karena penasaran, buku apa yang dibacanya begitu tebal.

Saya sapa beliau, "Mas, may I know what a book do u read in the plane?"
"Ooo, game of pawns," jawabnya.

Wah ternyata itu 'bule' bacaannya sudah buku-buku keren. Itu buku bacaannya sudah jadi film alias the movie.

Lalu iseng saya searching di google dan hasilnya:
"Game of Pawns," is the amazing true story of how Chinese Intelligence services recruited Glenn Duffie Shriver, an American student in Shanghai, to infiltrate the C.I.A. The short film was written by yours truly and produced by Rocket Media for the Counter Intelligence Division of the Federal Bureau of Investigation. It recently won six Peer Awards:

Best Docudrama (under 30 minutes) -Silver
Education/Training ($25K and over) -Silver
Acting on Camera (Dramatic, male) - Silver (Josh Murray)
Directing Non-fiction (Under 30 minutess/Over 50K) - Gold (Tom Feliu)
Editing Non-fiction (Under 30 minutes) - Bronze (T. Scott Snider)
Director of Photography (Dramatic Short) - Silver (Johnny St. Ours)

Wow, amazing. Orang 'bule' saja gemar membaca. Apalagi kita orang Indonesia, rendah sekali minat bacanya.

Semoga ke depannya saya dan semua teman-teman saya, kita dapat berjuang bersama-sama meningkatkan minat baca para generasi muda. Mau baca buku umum, buku sains, buku agama, al-qur'an, dll. Yang penting baca, "iqro".

Salah satu kisah perjalanan hijrah saya di bulan Muharram, yang sangat sayang bila dilewatkan begitu saja. Oleh sebab itu, saya tuliskan. Semoga bermanfaat buat kita semua.

Salam santun,
~Evi A.~
Kebayoran Lama, 7 November 2013
— with Dheny Sartika and 34 others.
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.