My Sweet Home

Ketika Buih Menjadi Ombak dan Tsunami



.........................................................
Kami Bukan Laskar Pemimpi Jilid 2

SIDE A : MENGANALISA MENGAPA KITA MENJADI BUIH

( “Dua Hal yang menjadi penyebab Robohnya Dakwah ditangan Da’I : KADERISASI DAN SYAHWAT PRIBADI )

Kita harus memahami, mengaca pada sejarah bahwa begitu banyak sebuah Jamaah Dakwah, justru hancur ditangan para kadernya sendiri bukan akibat factor eksternal.

Jamal Abdul Nashir adalah contoh salah satu itu, dia merupakan Kader Inti Gerakan Ikhwan, teman satu Usrahnya Sayyid Quthb.
Tapi di tangan dialah Sayyid Quthb, syahid di tiang Gantungan.

Jamal Abdul Nashir yang lenyap dari jalan da’wah, lantaran syahwat kekuasaannya. Bahkan ia berbalik memusuhi da’wah dengan serangan yang melebihi perbuatan orang kafir.

Dalam scoup komunitas, kita memiliki contoh yang tidak jauh dari perjalanan sejarah bangsa ini, Masyumi. Berakhirnya kisah Masyumi, bukan hanya karena dibubarkan oleh Soekarno. Tetapi, ada sebab rasional lainnya yang menunjukkan bahwa sunatullah tetap berlaku bagi siapa saja, walau ia gerakan da’wah.

Masyumi telah melupakan nukbawiyah (pengkaderan) dengan arti sesungguhnya. Kader yang mampu melanjutkan perjuangan pendahulu dan ideolognya. Walau orang-orangnya ada, namun ia telah hampa. Bahkan ketika Masyumi dibubarkan, tokoh besarnya yakni Muhammad Natsir Allahu Yarham masih hidup hingga beberapa dekade pasca pembubaran Masyumi. Selain itu Masyumi juga gagal dalam meredam konflik internal, antara kaum tradisionalis dan modernis. Hingga akhirnya Nahdhatul Ulama memutuskan keluar dari Masyumi, yang diakui cukup melemahkan langkah perjuangan mereka.

Saat ini, kebesaran Masyumi mirip kegagahan Dinosaurus yang punah, yang kerap kita kisahkan ke anak-anak kita. Mereka penasaran dengan Dinosaurus, ingin melihat dekat, tetapi yang ada hanya fosilnya saja, itu pun tidak utuh, atau di museum. Ada pula kelompok umat Islam yang ingin mengembalikan romantisme kejayaan Masyumi, tapi mereka sudah gagal sebelum berjalan. Masing-masing kelompok mengaku pewaris sah Masyumi. Akhirnya, kita benar-benar melihat bahwa Masyumi telah menjadi fi’il madhi yang tidak mungkin menjadi fi’il mudhari.


(“ Inilah Penyebab kita Menjadi Buih !!!!!!!! di tengah Peradaban Manusia, dimulai dari Hancurnya Jamaah Dakwah” )


1. Timbulnya Perselisihan dan Perpecahan Pada Jajaran Pimpinan

Inilah sebab pertama dan paling membahayakan. Potensi berselisih dan bahaya laten berpecah pasti ada pada setiap perkumpulan manusia. Sebab, mereka adalah kumpulan dari berbagai suku, latar belakang hidup, budaya, pemikiran, keinginan, bahkan motivasi, ditambah lagi emosi dan hawa nafsu. Tak ada satu pun yang selamat dari bahaya laten ini, dan sejarah umat ini telah berkali-kali melewatinya, begitu pula dalam perjalanan dan pasang surut gerakan Islam. Padahal mereka tahu, persaudaraan adalah saudara bagi keimanan, dan perpecahan adalah saudara bagi kekufuran.

Bahaya lebih besar, jika yang mengalami perpecahan adalah jajaran pimpinannya. Pasca wafatnya H.O.S Cokro Aminoto, SDI (Syarikat Dagang Islam) yang pada masa beliau dua kali ganti nama menjadi SI (Syarikat Islam) dan PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia) tak ada lagi tokoh bisa menyatukan PSII. Tak ada yang mampu meredam konflik, tak ada yang se-berwibawa H.O.S Cokro Aminoto, karena tak ada kaderisasi. Akhirnya, terpecahlah menjadi SI putih dan SI merah, yang belakangan menjadi bibit lahirnya PKI (Partai Komunis Indonesia ).

Sungguh, tidak sama dahsyatnya goncangan perpecahan tingkat elit, dibanding perpecahan tingkat akar umput. Maka, hendaknya kita menghilangkan rasa dengki, dendam, iri, hasad, cari muka dan menjilat, dan sifat buruk lainnya yang biasa menjadi penyakit yang menyerang sebagian pimpinan organisasi apapun.

Imam Hasan al Banna Rahimahullah berkata: Ukhuwah adalah saudara keimanan, dan perpecahan adalah saudara kekufuran; kekuatan yang pertama adalah kekuatan persatuan, tak ada persatuan tanpa rasa cinta, dan sekecil-kecilnya cinta adalah lapang dada, dan yang paling tinggi adalah itsar (mendahulukan kepentingan saudara).

Barangsiapa yang menjaga serta memelihara dirinya daripada dipengaruhi oleh tabiat bakhilnya, maka merekalah orang-orang yang berjaya. (QS. Al Hasyr: 9)

Al Akh yang benar akan melihat saudara-saudaranya yang lain lebih utama dari dirinya sendiri, karena ia jika tidak bersama mereka, tidak akan dapat bersama yang lain. Sementara mereka jika tidak bersama dirinya, akan bisa bersama orang lain. Dan sesungguhnya srigala hanya akan memangsa kambing yang sendirian. Seorang muslim dengan muslim lainnya laksana satu bangunan, saling menguatkan satu sama lain. Dan orang-orang beriman baik laki-laki dan perempuan, satu sama lain saling tolong menolong diantara mereka . Begitulah seharus kita. (Al Imam Asy Syahid Hasan al Banna, Majmu’ah  ar Rasail , hal. 313. Al Maktabah At Taufiqiyah )

Bagaimana mungkin pemimpin mendapatkan rasa cinta dan ketaatan dari prajuritnya, jika sesama mereka sendiri tidak saling mencintai dan melanggar aturan jamaah. Ketiadaan rasa cinta dan taat dari jundiyah terhadap qiyadahnya, merupakan min asyratis sa’ah (di antara tanda-tanda kebinasaan) bagi gerakan tersebut Seharusnya kita mengingat: Aku mencintaimu, jangan kau tanya mengapa Aku mencintaimu, itu adalah iman dan agama.

2. Gerakan Pengacau Jamaah

Ini penyebab selanjutnya yang tidak kalah bahayanya. Gerakan ini bisa saja terlahir dari permasalahan kecil, yakni tidak terakomodasinya sebuah ide, pendapat, atau pemikiran. Sayangnya sang shahibul fikrah, tidak menerima kenyataan itu dan dia pun fanatik dengan pendapatnya. Dia merasa diremehkan dan tidak dihargai, lalu dia telan sendiri perasaan itu, tanpa melakukan komunikasi dengan ikhwah lain. Di tambah lagi, adanya kran komunikasi yang mampet diatasnya, Sehingga ia tidak memiliki saluran, maka meledaklah menjadi sebuah kekesalan dan pembangkangan, baik terselubung atau terang-terangan. Kemungkinan paling buruk adalah ia keluar dari jamaah dan menciptakan komunitas sendiri yang menjadi rival. Contoh seperti ini tidak sedikit.

Ketahuilah dan sadarilah, gerakan pengacau tidak selalu dalam bentuk oposan, bisa jadi justru wal ’iyadzubillah - mereka berada di dalam lingkaran jajaran para pimpinan dan pemegang ke bijakan. Ini lebih bahaya, sebab biasanya akan menjadi untouchable man dan kuat pengaruhnya terhadap arah angin kebijakan. Ada di antara mereka yang menggunakan kepintarannya untuk memanfatkan keluguan kawan-kawannya dan atasannya sendiri. Ditambah lagi, mereka benar-benar menikmati doktrin ”tha’ah wa tsiqah bil qiyadah” dari para kadernya, sementara al fahmu, al ikhlas, al amal, al jihad, al tadh-hiyah yang seharusnya didahulukan, tidak mendapatkan porsi yang adil. Sungguh tsiqah bil qiyadah adalah wajib, namun dengan ilmu, sebab Allah Ta’ala berfirman:

”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra : 36)

Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah. (QS Muhammad: 19)

Allah Ta’ala memerintahkan faham terlebih dahulu, fa’lam (maka ketahuilah), sebelum Dia memerintahkan keimanan kepadaNya, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah selain Allah. Inilah yang menyebabkan Imamuna, Syahidul Islam Hasan al Banna Rahimahullah menjadikan al fahmu (pemahaman) sebagai rukun pertama dari arkanul bai’ah . Namun anehnya banyak di antara kita yang mendengarkan dengan setia, mengikuti mereka (pengacau jamaah), bahkan terkagum-kagum dengan permainan kata mereka. Lalu menganggap mereka di atas kita dalam hal al fahmu. Sungguh, kita seperti seorang anak SD yang memandang mahasiswa setinggi langit, padahal seorang Profesor akan memandang mahasiswa sebagai anak SD.

Kelompok ini mirip dengan apa yang Allah Ta’ala firmankan tentang gerakan pengacau dalam Perang Tabuk: ”Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu, untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim.” (QS. At Taubah: 47)

Mereka hakikatnya pengacau dan perusak barisan jamaah, tetapi di antara kita ada yang menjadi pendengar setia mereka, menjadi muqallidin dan muta’ashibin. Karena mereka ”pengacau” ini- adalah saudara, kawan, dan guru kita sendiri Allahul Musta’an Allah Ta’ala memberikan peringatan: ”Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga.” (QS. An Nur: 11)

Dan janganlah Engkau mematuhi orang Yang Kami ketahui hatinya lalai daripada mengingati dan mematuhi pengajaran Kami di Dalam Al-Quran, serta ia menurut hawa nafsunya, dan tingkah-lakunya pula adalah melampaui kebenaran. (QS. Al Kahfi: 28)

Semoga Allah Ta’ala melindungi da’wah ini dari tiga golongan manusia, pertama, ifrath –nya kaum oposan internal (kader) yang mengkritik karena kebencian (skeptis) dan apriori, di dalam mengkritik, di luar membongkar aib jamaah. Persis pengamat sepak bola. Kedua, semoga Allah juga melindungi da’wah ini dari tipu daya para oportunis dan petualang politik yang tidak manhaji.. ketiga, semoga Allah Ta’ala juga menjaganya dari orang-orang yang diam dan apatis.

Berkata Ali ad Daqaq, Sakit anil haq, syaithanul akhras (Diam saja tidak menyampaikan kebenaran, adalah setan bisu. Sungguh jundiyah muthi’ah (prajurit yang taat) hanya akan lahir di tangan qiyadah muhklishah (pemimpin yang ikhlas).

3. Ambisi Pribadi Atau Kelompok Terselubung dan Kuat

Komitmen da’wahnya bukan karena Allah Ta’ala tetapi ar ri’asah wa syuhrah (Kedudukan dan ketenaran). Ia semangat da’wah karena itu. Manusia bisa saja, dikelabuhinya, kita tertipu dari segala sepak terjangnya selama ini.Tetapi Allah Ta’ala tidak pernah tertipu, cepat atau lambat ambisinya ini akan terbongkar di hadapan manusia, seiring dengan perilakunya yang semakin menjadi-jadi. ”Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS. Al Kahfi: 110)
Ada pula yang memiliki ambisi secara vulgar, ia lebih gentle , masih bisa di antisipasi dan di ’ilaj . Tetapi yang terselubung, mereka lebih sulit diraba sebab kita tidak tahu isi dada manusia. Da’wah ini tidak butuh manusia yang ambisinya dunia, baik terselubung atau terang-terangan.
Dari Abu Musa al Asy’ari Radhiallahu ’Anhu, dia berkata: Aku bersama anak pamanku mendatangi Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam. Salah seorang berkata: ”Wahai Rasulullah, angkatlah aku sebagai pemimpin atas sebagian tanggung jawab yang telah Allah berikan kepada Anda, dan yang lain juga minta demikian. Lalu Rasulullah bersabda: Demi Allah seseunguhnya kami tidak akan menyerahkan kepemimpinan kepada orang yang meminta dan berambisi untuk mendapatkannya. (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Hasan al Banna berkata, Begitulah yang pernah terjadi ketika sekelompok orang enggan berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam , kecuali jika mereka nanti mendapatkan kekuasaan dari beliau jika kelak Islam menang. Pada waktu itu Rasulullah hanya menyatakan bahwa bumi ini adalah milik Allah yang diwariskan kepada siapa saja yang dikehendaki dari hamba-hambaNya. Sesungguhnya kemenangan akhir selalu menjadi milik orang-orang bertaqwa. ( Al Imam Asy Syahid Hasan al Banna, Majmu’ah ar Rasail , hal. 13. Risalah Da’watuna. Al Maktabah at Taufiqiyah )

Ya, selalu ada manusia di setiap masa, yang bergabung dengan barisan da’wah dengan tujuan dunia, karena ghanimah, popularitas, dan lainnya, tetapi jika tidak ada tawaran dunia, mereka akan mengundurkan diri dengan berbagai alasan yang dibuat-buat bahkan sampai bersumpah-sumpah. Mirip dengan yang Allah Ta’ala gambarkan dalam Al Quran : ”Kalau apa yang engkau serukan kepada mereka (Wahai Muhammad) sesuatu yang berfaedah yang mudah didapati, dan satu perjalanan yang sederhana (tidak begitu jauh), niscaya mereka (yang munafik itu) akan mengikutmu; tetapi tempat yang hendak dituju itu jauh dan berat bagi mereka. dan mereka akan bersumpah Dengan nama Allah Dengan berkata: "Kalau Kami sanggup, tentulah Kami akan perg bersama kamu". (dengan sumpah dusta itu) mereka membinasakan diri mereka sendiri, sedang Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka itu orang-orang yang berdusta (tentang tidak sanggupnya mengikutmu).” (QS. At Taubah: 42)

4. Hilangnya Budaya Munashahah (Saling Menasihati)

Orang yang matang kepribadiannya tidak bergembira karena pujian Dan tidak goncang karena nasihat-nasihat. Nasihat adalah obat, umumnya obat adalah pahit. Tak ada manusia yang menyukainya, namun ia berfungsi menyembuhkan penyakit, jika tepat sasaran dan takarannya. Pujian adalah manis bagaikan sirup. Manusia sangat menyukai yang manis-manis, tetapi beragam penyakit dikemudian hari tengah menanti: sariawan, kencing manis, dan lain-lain, jika berlebihan mengkonsumsinya. Maka, jadilah pertengahan. Pilihlah yang pertengahan, pilihlah yang pertengahan, kalian akan berhasil dalam menyampaikan. (HR. Bukhari no. 6316)

Nasihat yang baik yang dilakukan dengan cara baik, akan mampu menyadarkan yang bingung, mengingatkan yang lupa, dan membangunkan yang tertidur. Tetapi, terlalu banyak nasihat, ia akan menyangka dirinya ”tertuduh”, sesak nafas, dan sempit hati. Walau ia menyadari bahwa nasihat ada karena perilakunya sendiri. (celakanya, jika ada yang tidak merasa bersalah). Akhirnya, ia melakukan pembelaan dan serangan balik, bahkan sangat sengit. Baginya nasihat adalah serangan, hinaan, dan pembunuhan karakter. Apalagi, ia manusia bertipe banyak bicara. Oleh karena itu, perlu kiranya nasihat diberikan sesuai kebutuhan, kadar, dan cara yang bijak dan hujjah yang mendalam. Selain juga memperhatikan posisinya dalam sebuah komunitas. Jika ini tidak diperhatikan, maka ia menjadi bukan apa-apa.

Tidaklah engkau perhatikan pedang akan turun derajatnya Jika dikatakan ia berasal dari kayu. Pujian yang pas, yang layak kepada penerimanya, akan mampu memotivasi untuk beramal, memompa semangat untuk bekerja, dan itu merupakan balasan kebaikan yang Allah Ta’ala segerakan untuknya didunia. Tetapi kebanyakan pujian, akan membuatnya terlena, terpedaya, dan sombong, seakan tak ada cela dalam dirinya, sebab hanya pujian dan sanjungan yang selalu ia dapatkan. Selain itu, ia menjadi pribadi yang tidak siap dikritik (nasihat), dan tidak sensitif terhadap kesalahan yang dibuatnya.

Bukan karena ia tidak punya salah, melainkan tak ada manusia berani ”menyentuh” wilayah kesalahannya, di tambah lagi ia adalah tokoh dan punya banyak pendukung fanatiknya. Rasulullah pernah mendengar seseorang memuji langsung di depan orang yang dipuji tersebut. Maka beliau bersabda, ”Celakalah engkau, karena engkau sama dengan menebas pundak sahabatmu. (HR. Bukhari no. 2610, 5922. Muslim no. 7450, 7451)

Wal hasil, manusia membutuhkan nasihat dan pujian. Keduanya mampu mematangkan dan mendewasakan perilaku. Manusia tidak selamanya sehat, sehingga ia butuh obat. Manusia juga tidak selamanya sakit, sehingga ia layak menikmati yang enak-enak. Maka, jika datang nasihat untuk kita, pandanglah itu sebagai obat, walaupun pahit, mungkin dia mengetahui penyakit dalam diri kita, yang kita tidak ketahui. Jangan tergesa-gesa kita menganggapnya musuh, atau anggapan dia sudah berubah, tidak lagi bersama jamaah, belum paham kejamaahan, tidak tsiqah dan taat dengan qiyadah, dan istilah lainnya yang menunjukkan ketidakmampuan kita sendiri dalam menunjukkan kebenaran. Memang, ini agak sulit untuk menerimanya, apalagi bagi kita yang terbiasa mendapat pujian. Jika datang pujian, maka katakanlah hadza min fadhlli rabbi (ini adalah karunia dari Tuhanku), lalu berdoalah, Allahummaj ’alni khairan mimma ya’lamun, wa ’afini mimma la ya’lamun. (Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari apa-apa yang mereka ketahui, dan maafkanlah aku dari apa-apa yang mereka tidak ketahui tentang diriku).

Kau mengharapkan pendidik yang tidak memiliki cela sedikit pun Padahal tidak ada bakhur (bakaran) yang semerbak wanginya, melainkan ia juga berasap Kita tidak pungkiri, bahwa manusia umumnya tidak menyukai nasihat, namun menyukai sanjungan. Barang kali itu sudah dari ”sononya” Namun, yang pasti, bagi yang berpikir positif, nasihat dari siapapun kepada kita adalah baik. Jangan mengira ”musuh” bagi orang yang menasihati kita. Justru saudara yang baik adalah yang mau meluruskan kita, manakala salah.

Bisa jadi, musuh tersembunyi kita adalah orang yang menjerumuskan kita dengan segala macam pujiannya, sehingga membuat kita lupa. Sampai-sampai, kesalahan kita yang fatal pun, tetap dipujinya, minimal dia mendiamkannya. Janganlah kita seperti pepatah Arab jahiliyah, ” Bela-lah saudaramu, yang benar atau yang salah.” Lalu, oleh Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam dirubah menjadi ”Tolonglah saudaramu, baik yang menzalimi atau yang dizalimi. Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Adz Dzariyat (51): 55)
Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya kamu hanyalah orang yang memberi peringatan. Kamu bukanlah orang yang berkuasa atas mereka, (QS.AlGhasyiah(88):21-22)

Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus ad Dary Radhiallahu ’Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ’Alaihi wa Sallam bersabda: ’Agama adalah nasihat’, Kami berkata: Untuk Siapa ya Rasulullah? Beliau bersabda: ”Untuk Allah, untuk KitabNya, untuk RasulNya, untuk para imam kaum muslimin, dan orang-orang umum dari mereka.” (HR. Muslim. Lihat Imam an Nawawi, Riyadhus Shalihin , Bab Fi An Nashihah , hal. 72, hadits no. 181. Maktabatul Iman, Manshurah, Tanpa tahun. Lihat Juga Arbain an Nawawiyah , hadits no. 7, Lihat juga Imam Ibnu Hajar al Asqalany, Bulughul Maram, Bab At targhib fi Makarimil Akhlaq, hal. 287, hadits. No. 1339. Darul Kutub al Islamiyah.1425H/2004M)

Semoga Allah Ta’ala merahmati Sayyidina Umar Radhiallahu ‘Anhu ketika ia berkata, Semoga Allah merahmati orang yang mau menunjuki aibku kepadaku. Imam Abu Hanifah pernah menegur seorang anak kecil yang sedang bermain-main di jalan yang tergenang air, “Wahai ghulam, hati-hati terjatuh, nanti pakaianmu kotor,” Anak kecil itu balas menegur Imam Abu Hanifah, “Wahai Imam, Anda juga hati-hati, jangan sampai terjatuh. Sebab jatuhnya seorang ulama, maka jatuhlah langit dunia.” Mendengar itu Imam Abu Hanifah jatuh pingsan.

Budaya saling menasihati ( munashahah ) pada masa sahabat dan para Imam, begitu hidup. Satu sama lain bisa saling menjaga jika ada yang lalai, dan saling mengingatkan jika ada yang lupa. Sehingga kehidupan berjamaah mereka sangat dinamis dan hidup. Tak ada satu pun yang tidak butuh nasihat. Bagi mereka, munashahah merupakan sarana kontrol yang efektif setelah muraqabatullah. Namun ketika budaya ini telah hilang, nasihat dianggap ancaman, tidak tsiqah, tidak taat, dan bentuk kecurigaan lainnya, maka hilanglah rahmat pada komunitas tersebut.

Budaya munashahah menjadi hilang lantaran dua jenis manusia, yakni manusia keras kepala yang selalu merasa benar, dan manusia apatis yang tidak peduli terhadap saudaranya (sikap elu-elu, gue-gue). Jenis manusia pertama ibarat cermin yang ditimpa air, tak ada bekas sama sekali nasihat yang ia peroleh. Bahkan, ia telah memiliki jawaban jika ada orang yang hendak menasihatinya. Baginya nasihat adalah ancaman dan celaan.

Sedangkan jenis manusia kedua, ibarat patung yang sama sekali tidak merasa terganggu dengan keadaan dan kerusakan sekitarnya, betapa pun besarbahaya yang mengancam dirinya. Ia tetap diam! Nah, ketika nasihat tidak hidup, maka kezaliman, penyelewengan, pelanggaran, maksiat, akan bebas bergerak dan terus melaju tanpa ada yang membendungnya. Halal haram tidak dipedulikan. Bahkan bisa menjadi budaya baru yang kelak dianggap benar, karena tak ada satu pun yang berani menyentuhnya, apalagi menegurnya. Ketika ini sudah terjadi dalam sebuah pergerakan Islam, gerakan apa pun, maka hakikatnya ia telah mati, ia telah mati sebelum ajal biologisnya tiba.

Sebab, akal sebagai sarana berfikir dan nurani sebagai sumber al furqan tidak lagi mereka miliki, atau minimal -tidak digunakan. Akhirnya, komunitas tersebut tetap ada nama dan anggotanya, tetapi tidak ada pengaruh baiknya, tidak ada dampak keshalihan bagi pengikutnya “apalagi masyarakatnya?. Sebab, ia memiliki masalah besar lantaran perilakunya sendiri, kekalutan internal yang tidak mampu diredam. Hingga, perlahan namun pasti, masyarakat mencibir dan melupakan eksistensi mereka. Lalu menghapus mereka dari ingatan dan perjalanan sejarah kehidupan bangsa mereka mungkin masih ada, tetapi dalam buku kisah kaum-kaum terdahulu yang telah Allah Ta’ala lenyapkan

Dan Akhirnya kita akan selalu menjadi Buih…..!!!!!!!


SIDE B : KETIKA BUIH MENJADI OMBAK DAN TSUNAMI (Sebuah Gerakan Kebangkitan)

(“Masa Depan itu di Tangan Pemuda”)

Bukan kebanggan Wasilah Dakwah yang kita usung sebagai isu, tapi keragaman berbagai macam fitur Kebhinekaan yang harus kita gerakan sebagai perekat dan bahan Bakar Kebangkitan !!!

Kita harus sadar bahwa PKS sejatinya adalah bagian dari komponen bangsa dan umat ini, kita tak akan pernah mampu bergerak sendiri. Apalagi Meninggikan Kalimat Allah dengan fanatisme sempit, masih banyak orang-orang sholeh di harakah dakwah lain dan masih banyak orang-orang cerdas di kendaraan kebangkitan yang lain.

Diantara komponen-komponen yang beragam itu, kita harus menarik benang merahnya PEMUDA !!!!!
Maka harus ada dialog, dialog yang mempertemukan cita-cita bersama, bukan dialog yang mengadu konsep Manhaj Dakwah !!!!

Dialog itu harus disusun oleh para pemuda-pemuda ini, mereka harus membentuk kesepakatan tentang isu-isu besar yang akan diusung untuk tema kebangkitan ini, pemuda harus bicara idea-idea, bicara narasi. Mereka tidak bicara janji-janji, tetapi mereka bicara kinerja(amal). Mereka tidak bicara defrensiasi, mereka bicara tentang pengorbanan. Mereka bekerja dalam satu team, dan tidak bekerja untuk kejayaan peribadinya atau kelompoknya.

Pemuda-pemuda pada lintas Harakah dakwah ini yang harus kita bangun dan kita seru jiwa dan nuraninya, bahwa di depan Mata ada Musuh Dakwah yang jelas dan terang-terangan menghancurkan eksistensi Umat Islam.

Pemuda-pemuda ini harus kita tiupkan ruh kebangkitan, dan ruh ini akan terasa, jika ada semangat Ukhuwah yang membingkai persatuan para Pemuda itu.

Belajar Menghargai pendapat, dan berlapang dada akan perbedaan pendapat adalah latihan jiwa….

Budaya saling menasehati, budaya saling memberikan teguran dan kritik yang membagun, adalah latihan kepemimpinan.

Pemuda dari kader Tarbiyah, terus bergerak dalam dakwah siyasi…!
Pemuda dari Syabab HT , terus bergerak mensosialisasikan Khilafah…!!
Pemuda dari Kader Salafi, terus bergerak mengisi ruang kajian-kajian Hadis !!
Pemuda dari Kader Muhammadiyah, terus bergerak dilapangan sosial dan Pendidikan !!
Pemuda dari Kader Nadhalatul Ulama, terus mengisi ruang public dan ranah pesantren…!!!

Maka yang ada adalah tenaga, yang ada adalah kebangkitan

Buih-buih yang terombang ambing akibat pemahaman sempit dalam sekat kelompok tidak ada lagi !!!!!

Maka yang ada adalah buih-buih itu akan berkumpul menjadi Satu
semakin lama buih yang berkumpul itu semakin banyak….!!!

Maka kita akan Melihat Ombak !!!!
Maka kita akan Melihat Tsunami !!!

Ombak dan Tsunami ini akan meluluhlantahkan Peradaban usang ini

Maka disinilah Khilafah akan Tegak !!
Disaat Parlemen kita memiliki kekuatan Politik yang Mayoritas
Ketika masyrakat sudah paham akan pentingnya Syariat Islam dan hidup dalam naungan Khilafah…!

Maka Pemuda harus menjadi sebab
Akan hadirnya Ombak dan Tsunami itu
Bukan menjadi sebab selalu menjadi buih yang tak bertenaga…!!!!

Bangkit Pemuda Islam !!!!!
Songsong Kebangkitan Ini !!!!
Janji Allah itu Pasti !!!!!

Allahu Akbar !!!!

)I(Hamzah )I(

(Kiriman dari : sahabatku Ida Dan Hamzah AlMubarok)
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.