My Sweet Home

Menulis Sehat 15 Menit


Menulis Sehat 15 Menit

Hari demi hari selalu terlukis program-program komputer di memori otakku. Rasa penat, bosan, pusing sering menghampiri. Aku selalu sabar mencari dan mencoba agar program berjalan dengan lancar. Inilah rutinitas harian yang aku jalani.

Kadang ada rasa jengkel, marah, sedih, akibat waktu yang kuhabiskan hanya untuk memperhatikan kata demi kata dalam setiap kalimat program-program yang sebenarnya aku sendiri tidak memahaminya. Bila tingkat jenuh sudah sampai puncaknya, aku pun berhenti. Aku mulai mencari aktivitas yang menyegarkan pandangan dan memberiku semangat yaitu memandang tanaman-tanaman yang hijau. Ketika angin menyapa, mereka bergoyang-goyang dan seakan menyapa diriku.

“Oh, betapa indah karunia ciptaan Allah itu. Sungguh kumalu pada diriku. Mereka berdzikir setiap waktu sedangkan aku sibuk dengan urusanku yang buat aku semakin jauh untuk mengingat-Nya,” ungkapan dari hati kecilku saat teringat kelalaianku.

Mulailah aku kembali masuk ke dalam rumah. Tanpa kusadari, tanganku sudah mulai berada di atas keyboard. Bergerak menekan tuts demi tuts.

Hijau dedaunan di taman surga
Segar, sejuk menyibak ketenangan
Batin gemuruh mencakar jiwa
Pikiran sempit tak berirama
Langkah kaki diam tak bergoyang

Aku tak boleh putus asa
Karena semua kan terukir indah
Aku harus berusaha maju dan bergerak
Untuk menanti kebahagiaan
Hingga cahaya itu kembali bersinar



Lima belas menit sudah kumenulisnya, rasanya semua beban di otak terasa ringan. Aku mulai kembali mengerjakan tugas demi tugas dengan penuh semangat. Ternyata efek dari menulis itu luar biasa. Orang bilang menulis itu ketika mood-nya sedang baik. Tapi bagiku malah beda, mau senang atau tidak tetap aja menulis. Karena terasa ada ikatan diri terhadap Allah dan muncul energi positif untuk semangat mencerahkan diri.

“Menulis terus menulis. Apa sih manfaatnya menulis itu buat Evi bikin sakit tambah parah itu,” ujar orangtuaku.

Sedih kurasa ketika orangtua melarangku untuk kembali memainkan jari-jariku. Tapi aku tetap saja menulis karena menulis adalah terapi bagiku. Aku berpikir─yang mengenal penyakitku lebih dalam kan hanya diriku sendiri. Orang lain belum tentu memahami apa yang aku butuhkan.

Tanpa diketahui orangtuaku, setiap ada waktu luang baik sedang berpergian ke kampus, ke bank, jalan-jalan bersama keluarga, aku tak pernah melupakan untuk membawa buku bacaan, buku motivasi dan buku tulis kecil beserta penanya. Bahkan ketika menonton televisi pun aku selalu menyempatkan diri untuk menulis. Tulisan yang paling mudah dan cepat untuk di tulis adalah menulis puisi. Cukup 15 menit menulisnya, jadilah itu puisi di sela-sela jedah waktu yang agak renggang dan bisa aku masuki.

Saat itu aku menonton film korea di salah satu televisi swasta. Dalam film bernuansa romantisme percintaan wanita dan pria yang sedang berbulan madu ke sebuah pantai yang sangat indah di negeri Barat. Muncullah niat ku untuk merekam kisah ini. Ku ambil pena dan menuliskannya menjadi sebuah puisi yang indah. *menurutku gitu loh.


Pantai Yang Indah

Birunya air menawan hatiku
Angin berhembus dengan sepoisepoi
Menghampiri wajahku penuh senyuman
Pohonpohon hijau tumbuh berkembang
Senandung kicauan burung yang merdu
Menyapa teman riang gembira

Keajaiban terpancar di sekeliling pantai
Aku berlari-lari mengejar ombak
Menyentuh pasir putih yang berkilauan
Ditembus sang mentari bersinar terang
Kesunyian tak mampu menyibak rahasiaNya

Pesonanya mengukir memoriku
Menatap indahnya gelombang pantai
Sungguh ciptaan Tuhan begitu Luas
NikmatNya selalu kurasakan

Santapan minuman dan makanan terhidang
Menambah rasa yang menggoda
Tak mungkin kulupa
Saat terindah menikmati eloknya pantai

Ketika alam tersenyum padaku
Aku pun melantunkan nadanada cinta padaNya
Karna Dia yang selalu membuatku rindu
Akan cahayaNya menerangi setiap kegelapan

Oh, negeriku begitu indah
Tempat menyimpan banyak pemandangan alam
Dimana berada kedamaian dan ketenangan
Mengukir keramahan cinta
Membuat detikdetik kehidupan menjadi penuh makna



Setelah selesai kutulis, aku mulai melihat kembali dan membaca puisi itu berulang-ulang. Wah, indah banget ternyata puisiku ini. Bagian-bagian yang tidak penting mulai kuhapus dan kuganti agar tampak lebih hidup. Walaupun bukan menggunakan bahasa sastra metafora, tapi aku cukup bangga bisa menuliskannya. Ternyata menulis 15 menit itu mengasyikkan.

Aktivitas ini sering kulakukan berulang-ulang. Terutama ketika dosen mengajar sampai 3 jam, saat ia keluar dari luar ruangan, ku manfaatkan waktu sempit itu untuk menulis puisi sebelum beliau kembali dan setelah selesai itu puisi, mulai kusebarkan kepada teman-teman di kelas─yang berjumlah hanya tujuh orang saja─semua ibu-ibu dan bapak-bapak. Hanya diriku saja yang masih muda. Kutulis puisi itu penuh emosi dan dengan coretan-coretan sangat cepat. Ketika telah bagus kurasa, kukasih ke teman-teman dan tersebarlah itu puisi. Ada yang tertawa, ada yang senyum-senyum kecil dan bahkan ada yang membalas puisi ku itu. Membaca puisi berbalas itu membuat kami semua tertawa. Karena puisinya bertemakan tentang pelajaran kami di kelas.

Alhamdulillah, kegiatan menulisku tidak pernah mengganggu aktivitas belajarku di kelas dan nilaiku tetap memuaskan. Tapi walaupun demikian orangtuaku tidak menginginkan aku menjadi seorang penulis. Mereka hanya ingin aku jadi dosen. Keinginan mereka tetap aku jalani sembari aku tingkatkan kualitas menulisku. Karena aku ingin kelak menjadi seorang penulis juga menjadi dosen teknik elektro. Semakin aku suka menulis semakin kecerdasanku semakin tinggi. Subhanallah, mungkin inilah keajaiban dari menulis itu sendiri walaupun hanya 15 menit tapi terasa manfaatnya.
****

****

Semoga catatan ini menambah semangat kita untuk membaca, menulis dan menuntut ilmu yang bermanfaat.

Peradaban Islam diawali juga dengan baca-tulis, hal ini di tandai dengan :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. bacalah dan Tuhanmulah yang Maha Mulia. Yang mengajarkan manusia dengan pena. Dia yang mengajarkan manusia apa yang tidak di ketahuinya.” (QS. Al’Alaq : 1-5)

Sayyidina Ali mengatakan, “Menulis adalah buruan dan tulisan adalah ikatannya. Ikatlah buruanmu dengan ikatan yang kuat, yakni menuliskannya

Wassalamu'alaikum warahkatullah wabarakatuh

~Evi Andriani~
Medan, 07 April 2011
http://eviandrianimosy.blogspot.com/


catatan : Alhamdulillah puisi di atas di muat di buku kumpulan puisi bersama Ady Azzumar. Terimakasih ya Rabb atas nikmatMu ini
author

a wife, a mom, a blogger, a survivor of ITP & Lupus, a writer, author, a counselor of ITP & Lupus autoimmune, a mompreuneur, a motivator, a lecturer.

2 comments

07 april adalah hari ulang tahunku
manakjubkan
_semoga bisa aku mengamalkannya

reply

Subhanallah, semoga sisa umur aa Kaslan menjadi barakah ya, dimudahkan oleh Allah segala cita-citanya

reply

Terima kasih sudah membaca tulisan saya ini. Mohon setelah membaca, beri komentar di bawahnya.
Silahkan follow IG saya : @eviandriani55 dan Twitter saya : @eviandri55.
Salam santun, Evi.